Kamis, 20 Mei 2010

MAKALAH MANAJEMEN KURIKULUM

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Studi tentang Manajemen Kurikulum dewasa ini semakin mendapat perhatian dari kalangan ilmuwan yang menekuni bidang pengem­bangan kurikulum, teknologi pendidikan dan administrasi pendidik­an. Studi ini dianggap menepati bagian terpenting dalam studi pengembangan kurikulum dan administrasi pendidikan. Hal ini wajar, sebab kurikulum adalah komponen yang penting dan merupakan alat pendidikan yang sangat vital dalam kerangka sistem pendidikan nasional. Itu sebabnya, setiap institusi pendidik­an, baik formal maupun nonformal, harus memiliki kurikulum yang sesuai dan serasi, tepat guna dengan kedudukan, fungsi dan peranan serta tujuan lembaga tersebut.

Dalam konteks pemikiran inilah, manajemen kurikulum yang diperbincangkan dalam makalah ini perlu disoroti berdasarkan konsep-konsep mendasar, yang pada gilirannya menjadi landasan dalam menelaah manajemen kurikulum secara menyeluruh.

Pengelolaan kurikulum merupakan suatu pola pemberdayaan tenaga pendidikan dan sumberdaya pendidikan lainnya untuk meningkatkan mutu pendidikan. Kurikulum itu sendiri hal yang sangat menetutukan kebehasilan kegiatan belajar mengajar secara maksimal, sehingga perlu adanya pengelolaan yang meliputi:

1. kegiatan perencaan;

2. kegiatan pelaksanaan dan;

3. kegiatan penilaian.

Sesuai dengan kegiatan pengelolaan kurikulum tersebut, penyajiaanya akan diurutkan mulai dari perencaan. Namun terlebih dahulu akan dijelaskan dan dibatasi oleh pengertian kurikulum.

Pengelolaan kurikulum berkaitan dengan pengelolaan pengalaman belajar yang membutuhkan stretegi tertentu sehingga menghasilkan produktifitas belajar bagi siswa. Dengan demikian, pengelolaan kurikulum adalah upaya mengoktimalkan pengalaman-pengalaman belajar siswa secara produktif.

Mengapa guru dituntut untuk mengetahui konsep-konsep tentang kurikulum, dalam hal ini model-model pengembangan kurikulum ? Karena pemahaman tentang kurikulum itu sendiri merupakan salah satu unusr kompetensi pedagogik yang harus dimilki oleh seorang guru, sesuai dengan bunyi pasal 10, Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentanag Guru dan Dosen, yang mengatakan “ bahwa kompetensi guru itu mencakup kompetensi pedagogik, kompetrensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi professional.”

Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang salah satunya kemampuan pengembangan kurikulum. Pada tahun 2006 pemerintah menerapkan pemberlakuan tentang kurikulum baru. Yang berlaku sebagai pengganti kurikulum 2004 yaitu Kurkulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum ini merupakan inovasi baru dalam bidang kurikulum pendidikan di Indonesia, karena dengan adanya KTSP pihak satuan pendidikan dituntut kemampuannya dalam menyusun kurikulum sesuai dengan keadaan,atau kondisi dan keperluan satuan sekolah tersebut yang lebih dikenal dengan system desentralisasi. Yang tentunya ini merupakan perbedaan pada kurikulum sebelumnya yang lebih menitikberatkan pada sekolah untuk melaksanakannya saja sedangkan yang membuat dan menyusunnya adalah pemerintah atau disebut juga denngan system sentralisasi.Dalam tuntutan kemampuan penyususnan KTSP bagi stekholder-stekholder di sekolah, maka konsep-konsep kurikulum terutama model –model pengembanagn kurikulum patut untuk dipahami dan dimengerti oleh guru, agar dalam pengembanagn KTSP mendapatkan rambu-rambu yang jelas.

B. Masalah Penerepan KTSP

Bagaimanakah sebuah kurikulum menjadi sebuah kebijaksanaan yang diberlakukan oleh pemerintah? Apakah orang-orang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan mengetahui bagaimana proses terjadinya sebuah kurikulum ? Model-model pengembangan kurikulum yang manakah, yang digunakan oleh pemerintah untuk menetapkan sebuah kurikulum yangh berlaku? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang belum terjawab oleh kita, yang bergelut dalam dunia pendidikan.

Petanyaan- pertanyaan di atas ditambah lagi dengan kenyataan yang ada sekarang, bahwa guru-guru ataupun stekholder-stekholder yang ada di sekolah boleh dikatakan mungkin belum pernah untuk menerima dan memahami model-model pengembanagn kurikulum , hal ini dapat dirasakan oleh penulis selama tiga belas tahun menjadi tenaga pendidik. Atas dasar itulah, maka tulisan ini membahas tentang model-model pengembangan kurikulum sebagai sumbangan pemikiran pengetahuan, kepada para pembaca demi kemajuan pengembangan kurikulum,khususnya bagi yang berkepentingan dalam mendalami model-model tersebut.

Sukmadinata pengembangan kurikulum bisa berarti penyusunan kurikulum yang sama sekali baru (curriculum construction), bisa juga menyempurnakan kurikuluym yang telah ada (curriculum improvement).(200:1). Sedangkan model adalah abstraksi dunia nyata atau representasi pristiwa kompleks atau sistem, dalam bentuk naratif, matematis, grafis serta lambang-lambang lainnya. (Wina Sanjaya 2007:177).

Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa model pengembanagn kurikulum adalah berbagai bentuk atau model yang nyata dalam penyususnan kurikulum yang baru ataupun penyempurnaan kurikulum yang telah ada.

Dalam pengembangan kurikulumn tidak dapat lepas dari berbagai faktor maupun asfek yang mempengaruhinya, seperti cara berpikir, sistem nilai (nilai moral, keagamaan, politik, budaya, dan sosial), proses pengembangan kebutuhan peserta didik, lingkup (scope) dan urutan (sequence) bahan pelajaran, kebutuhan masyarakat maupun arah program pendidikan.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kurikulum

Kurikulum berasal dari bahasa Yunani yaitu jarak yang harus ditempuh. Secara sempit atau tradisional, kurikulum adalah sekedar memuat dan dibatasi pada sejumlah mata pelajaran yang diberikan guru pada siswa guna mendapatkan ijazah. Sedang secara modern, kurikulum adalah semua pengalaman yang diharapkan dimiliki peserta didik dibawah bimbingan guru. Administrasi kurikulum adalah administrasi yang ditunjukkan untuk keberhasilan kegiatan belajar –mengajar secra maksimal, dengan titik berat pada usaha meningkatkan kualitas interaksi belajar-mengajar[1]

Kegiatan yang dimaksud yaitu kegiatan intra kurikuler adalah kegiatan yang dilaksanakan dalam jadwal bagi struktur program yang ditentukan secara nasional, dan kegiatan ekstra kukurikuler adalah kegiatan tambahan diluar struktur program yang merupakan kegiatan pilihan.

B. Ruang lingkup

Ruang lingkup administrasi pendidikan meliputi:

1. Perencanaan kurikulum

Perencanaan kurikulum adalah perencanaan kesempatan belajar yang bertujuan untuk membina peserta didik kearah perubahan tingkahlaku yang diinginkan. Perencanaan merupakan proses seseorang dalam menentukan arah, dan menentukan keputusan untuk diwujudkan dalam bentuk kegiatn atau tindakan yang berorientasi pada masa depan.

Prinsip-prinsip perencanaan kurikulum:

a. Perencanaan krikulum berkenaan dengan pengalaman-pengalaman para siswa.

b. Perencanaan kurikulum dibuat berdasarkan berbagai keputusan tentang konten dan proses.

c. Perencanaan kurikulum mengandung keputusan-keputusan tentang berbagai isu yang aktual.

d. Perencanaan kurikulum melibatkan banyak kelompok.

e. Perencanaan kurikulum dilaksanakan pada berbagai tingkatan.

f. Perencanaan kurikulum adalah sebuah proses yang berkelanjutan.

Sifat perencanaan kurikulum

a. bersifat komprehensif artinya kurikulum tersebut mempunyai arti yang luas dan menyelurah, bukan sebatas pada jadwal pelajaran saja.

b. Integratif artinya satu kesatuan yang utuh.

c. Realistik artinya terlihat jelas atau kurikulum disusun sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

d. Humanistik artinya kurikulum disusun untuk kepentingan kemanusian baik bagi peserta didik maupun bagi masyarakat.

e. Futuralistik artinya kurikulum sebagai pandangan yang mendorong pendidikan yang mengarah ke masa depan.

f. Mengacu pada pengembangan kompetensi sesuai dengan standar nasional.

g. Berderisifikasi.

h. Bersifat desentralistik artinya kurikulum bersifat merata artinya kurikulum tidak hanya disusun oleh pusat saja tapi juga pemerintah daerah hingga guru pun diberi wewenang untuk menyusun kurikulum.

Dalam perencanaan kurikulum terdiri dari

1. Isi kurikulum

 Kurikulum harus terdiri atas berbagai mata pelajaran yang urutannya harus disusun secara logis dan terperinci.

 Kurikulum harus mencakup seperangkat masalah-masalah yang berkaitan dengan masalah kehidupan yang selalu muncul.

 Kurikulum mencakup masalah-masalah kehidupan anak-anak sehai-hari yang berbeda-beda pada tiap kelompok umur.

 Kurikulum merupakan modifikasi atau variasi dari pendapat mengenai kurikulum.[2]

2. Bahan pelajaran

 Urutan pelajaran ditentukan menurut jalan pikiran yang terkandung dalam mata pelajaran yang harus diberikan.

 Urutan pelajaran dimulai dari satuan mata pelajaran yang paling mudah dan berangsur-angsur menuju pelajaran yang sukar.

 Urutan pelajara dtentukan oleh cara-cara yang paling baik dalam mengajarkan tiap mata pelajaran yang dapat ditemukan dengan jalan melakukan metode ilmiah.

Perencanaan kurikulum dilakukan ditingkat pusat, daerah, maupun sekolah.

a. Perencanaan kurikulum ditingkat pusat meliputi. Tujuan pendidikan, bahan materi yang dikeluarkan dalam bentuk buku GBPP, pedoman-pedoman sebagai pelengkap buku GBPP, struktur program.

b. Perencanaan kurikulum ditingkat propinsi meliputi kalender akademik, petunjuk pelaksanaan, bimbingan dan penyuluhan, dan petunjuk pelaksanaan penilaian.

c. Perencanaan kurikulum di sekolah antara lain penyusunan kalender pendidikan, penyusunan jadwal pelajaran, pembagian tugas mengajar, penempatan murid di kelas.

d. Hal-hal yang direncanakan guru sehubungan administrasi kurikulum adalah penyusunan program pengajaran, penyusunan satuan pelajaran, dan perencanaan penilaian hasil belajar[3].

2. Pelaksanaan Kurikulum

Pelaksanaan kurikulum adalah penerapan program kurikulum yang telah dikembangkan yang kemudian diujicobakan dengan pelaksanaan dan pengelolaan dengan menyesuaikan terhadap situasi dilapangan.

Prinsip-prinsip pelaksanaan kurikulum:

a. Perolehan kesempatan yang sama

b. Berpusat pada anak

c. Pendekatan dan kemitraan

d. Kesatuan dalam kebijakan dan keberagaman dalam pelaksanaan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kurikulum:

a. Kararakteristik kurikulum, yang mencakup ruang lingkup bahan ajar, tujuan fungsi, sifat, dll.

b. Strtegi pelaksanaan, strategi yang digunakan dalam pelaksanaan kurikulum. Seperti diskusi profesi, seminar, penataran dan lain-lain.

c. Karakteristik penggunaan yang meliputi pengetahuan, ketrampilan, serta nilai dan sikap guru terhadap kurikulum dalam pembelajaran.

Pelaksanaan kurikulum dibagi menjadi dua tingkatan yaitu:

a. Pelaksanaan kurikulum tingkat sekolah.

b. Pelaksanaan kurikulum dalam tingkat sekolah, kepala sekolah bertanggung jawab untuk melaksanakan kurikulum dilingkungan sekolah yang dipimpinnya. Kewajiban kepala sekolah antara lain menyusun rencana tahunan, menyusun jadwal pelaksanaan kegiatan, memimpin rapat dan membawa notula rapat, membuat statistik dan menyusun laporan-laporan.

c. Melaksanakan kurikulum tingkat kelas

Pada pelaksanaan ini yang berperan besar adalah guru yang eliputi jenis kegiatan administrasi yaitu:

1. Kegiatan dalam bidang proses belajar mengajar, tugas guru terdiri dari

a. Menyusun rencana pelaksanaan program

b. Menyusun jadwal pelaksanaan kegiatan dan jadwal pelajaran

c. Pengisian daftar penilaian kemajuan belajar dan perkembangan siswa.

d. Pengisian buku laporan pribadi siswa.

2. Kegiatan ekstra kurikuler adalah kegiatan pendidikan diluar ketentuan kurikulum yang berlaku, besifat pedagogis dan menunjang pendidikan dalam rangka menunjang ketercapaian sekolah.

3. Pembimbing dalam kegiatan belajar, tujuan utama pembimbingan yang diberikan guru adalah untuk mengembangkan semua kemampuan siswa agar siswa berhasil mengembangkan hidupnya. Bimbingan seorang guru berupa bantuan untuk menyelesaikan masalah peserta didik sehingga peserta didik dapat menyelesaikan masalahnya sendiri dan mampu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya.

3. Penilaian kurikulum

Penilaian kurikulum adalah proses pembuatan pertimbangan berdasarkan seperangkat kriteria yang disepakati dan dapat dipertanggungjawabkan untuk membuat keputusan mengenai suatu kurikulum.

Prinsip-prinsip penilaian kurikulum[4]:

a. Tujuan tertentu, artinya setiap program penilaian kurikulum terarah dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan secara jelas.

b. Bersifat objektif, berpijak pada keadaan yang sebenarnya, bersuber dari data yang nyata dan akurat.

c. Bersifat komprehensif, mencakup semua dimensi atau aspek yang terdapat dalam ruang lingkup kurikulum.

d. Kooperatif, dan bertanggung jawab dalam perencanaan,.

e. Efesien dalam penggunaaan waktu, biaya, tenaga dan peralatan yuang menjadi sarana penunjang.

f. Berksinambungan.

Penilaian kurikulum memiliki tujuan sebagai berikut:

a. Secara umum penilaian kurikulum bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai pelaksanaan kurikulum di sekolah, dimana informasi ini akan bermanfaat sebagai dasar pertimbangan bagi pengambil keputusan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan kurikulum di sekolah.

b. Secara khusus penilaian kurikulum bertujuan untuk memperoleh jawaban dari kelengkapan komponen kurikulum di sekolah, efektivitas pelaksanaan kurikulum, efektivitas pelaksanaan sarana penunjang, tingkat pencapaian hasil belajar ditinjau dari kesesuaian dengan tujuan, dan dampak pelaksanaan kurikulum baik positif atau negatif.

Ruang lingkup yang dikaji dalam penilaian kurikulum adalah:

a. Tersedianya dan kelengkapan komponen kurikulum.

b. Pemahaman buku kurikulum.

c. Pelaksanaan kurikulum sekolah.

d. Pemanfaatan sarana penunjang.

1. Konsep Manajemen Pendidikan

Konsep Pendidikan

a. Pendidikan merupakan suatu dimensi pembangunan.

b. Proses pendidikan terkait dengan proses pembangunan. Sedangkan pembangunan diarahkan dan bertujuan untuk mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas dan pembangunan di bidang ekonomi, yang saling menunjang satu dengan yang lainnya dalam upaya mencapai tujuan pembangunan nasional.

c. Proses pendidikan berkenaan dengan semua upaya untuk mengembangkan mutu sumber daya manusia, sedangkan manusia yang bermutu itu pada hakikatnya telah dijabarkan dan dirumus-kan secara jelas dalam rumusan tujuan pendidikan dan tujuan pendidikan itu sendiri searah dengan tujuan pembangunan secara keseluruhan.

Untuk mendalami konsep pendidikan secara umum, maka dapat diajukan berbagai pertanyaan sebagai berikut.

1) Apa: Apa yang dimaksud dengan 'pendidikan'?

2) Pertanyaan ini menuntut jawaban mengenai definisi pendidikan.

3) Mengapa: Pertanyaan tentang apa tujuan pendidikan yang
hendak dicapai?

4) Jawaban atas pertanyaan ini adalah rumusan
berbagai aspek tujuan pendidikan yang telah dirumuskan dalam
tujuan pendidikan nasional.

5) Untuk siapa: Pertanyaan ini berkenaan dengan siapa yang
menjadi sasaran pendidikan?

Jawaban atas pertanyaan ini
adalah konsep peserta didik.

6) Oleh siapa: Pertanyaan ini bertalian dengan siapa yang
melaksanakan proses pendidikan?

Jawaban atas pertanyaan
tersebut adalah pemahaman mengenai tenaga kependidikan.

7) Bagaimana: Pertanyaan ini berkenaan dengan cara dan
prosedur yang ditempuh dalam proses pendidikan.

Jawaban atas
pertanyaan ini adalah pemahaman tentang konsep kurikulum,
pembelajaran dan belajar.

1. Pendekatan Sistem Proses Pendidikan

1) Unsur peserta sebagai bahan mentah {raw input) yang akan berubah, sebagai akibat dari proses pendidikan yang berlang-sung di dalam sistem.

2) Unsur tujuan pendidikan yang merupakan sasaran yang akan dica- pai atau hasil proses pelatihan {output) yang keluar dari sistem.

3) Unsur instrumen (instrumental input) yang menentukan hasil dari sistem pendidikan mencakup:

a. Kurikulum yang meliputi:

Organisasi dan pendekatan,

Administrasi dan struktur program,

Materi dan kurikulum,

Metode dan strategi pembelajaran.

b. Evaluasi

c. Pengelolaan;

d. Ketenagaan;

e. Bimbingan dan pembinaan;

f. Pembiayaan;

g. Fasilitas dan alat-alat pendidikan.

4) Unsur lingkungan, misalnya: lingkungan organisasi dan
masyarakat serta kultural, yang merupakan faktor yang ber-
pengaruh terhadap proses pendidikan yang sedang berlangsung.

Salah satu unsur pendekatan sistem yang banyak dikembang-kan adalah "Program Evaluation and Review Technique" (PERT), yang merupakan mekanisme kerja secara menyeluruh yang menggambarkan kegiatan-kegiatan perencanaan, pelaksanaan, serta penilaian dari suatu program pendidikan. Mekanisme kerja tersebut dapat diterapkan dalam bidang pendidikan dengan kegiatan-kegiatan (1) pembakuan program pendidikan; (2) pencetak-an dan distribusi; (3) penyusunan program kegiatan; (4) pelaksana­an penataran bagi tenaga-tenaga dalam pendidikan; (5) penataan bagi para guru; (6) menyusun program penyampaian pendekatan pembelajaran.

2. Tujuan Manajemen Pendidikan

Sesuai dengan uraian-uraian terdahulu yang berhubungan pengerti-an dan hakikat menajemen pendidikan, maka tujuan manajemen pendidikan,

3. Strategi Sistem Dalam Pendidikan

Dari sudut pola pikir sistem dalam pendidikan, maka terdapat tiga komponen utama yang saling mendukung, yakni (1) sistem perencanaan yang berkenaan dengan identifikasi input, spesifikasi hasil yang diharapkan, dan mengembangkan indikator perilaku; (2) sistem pemrograman yang berkenaan dengan memilih alternatif komponen, integrasi komponen, dan uji validasi sistem; (3) sistem manajemen, yang berkenaan dengan monitoring dan evaluasi, analisis data, desain perubahan dan penyesuaian. Ketiga sistem tersebut terkait, dan sistem manajemen menunjang sistem perencanaan dan sistem pemrograman; yang merupakan strategi terpadu.


C. Implikasi Kepala Sekolah dan Guru dalam Sistem Manajemen Kurikulum

1. Pengertian Kepala Sekolah
Kepala sekolah adalah guru yang mendapat tugas tambahan sebagai kepala sekolah. (Sudarman 2002: 145). Meskipun senabagi guru yang mendapat tugas tambahan kepala sekolah merupakan orang yang paling betanggung jawab terhadap aflikasi prinsif-prinsif administrasi pendidikan yang inovatif di sekolah.

Sebagai orang yang mendapat tugas tambahan berarti tugas pokok kepala saekolah tersebut adalah guru yaitu sebagai tenaga pengajar dan pendidik,di sisni berarti dalam suatu sekolah seorang kepala sekolah harus mempunyai tugas sebagai seorang guru yang melaksanakan atau memberikan pelajaran atau mengajar bidang studi tertentu atau memberikan bimbingan. Berati kepala sekolah menduduki dua fungsi yaitu sebagai tenaga kependidikan dan tenaga pendidik. Hal ini sesuai dikemukakan oleh Sudarwan tentang jenis-jenis tenaga Kependidikan sebagai berikut: tenaga pendidik terdiri atas pembimbing,penguji,pengajar dan pelatih tenaga fungsional pendidikan,terdiri atas penilik,pengawas,peneliti dan pengembang di bidang kependidikan, dan pustakawan tenaga teknis kependidikan,terdiri atas laboran dan teknisi sumber belajar tenaga pengelola satuan pendidikan,terdiri atas kepala sekolah,direktur,ketua,rector, dan pimpinan satuan pendidikan luar sekolah. tenaga lain yang mengurusi masalah-masalah manajerial atau administrative kependidikan.(2002: 18).

Pada pembahasan ini penulis meninjau kepala sekolah (presiden direktur sekolah) sebagai tenaga pengelola satuan pendidikan (poin 4). Mengapa penulis mengambil istilah presden direktur sekolah? Karena istilah ini lebih identik dengan kekuasaan seorang dalam menguasai suatu tempat. Di mana wewenag,tangung jawab dan kebikajsanaan ada di tangan kepala sekolah,sekolah lain atau Negara lain tak berhak ikut capur dalam urusan suatu sekolah yang menjadi hak otonomi sekolahnya

2. Kompetensi Kepala Sekolah

Para pakar pendidikan dan administrasi pendidikan cendrung sependapat bahwa kemajuan besar dalam bidang pendidikan hanya mungkin dicapai jika administrasi pendidikan itu sendiri dikelola secara inovatif.Hal ini sejalan dengan pendapat Sanusi dkk yang menyatakan bahwa Adminstrasi yang baik mendudduki tempat yang sangat menentukan dalam struktur dan artikulasi system pendidikan (2002: 132).Siapa yang bertanggung jawab mengelola,merencakan dan melaksanakan administrasi tersebut di suatu sekolah adalah di bawah kendali kepala sekolah.Untuk itu kepala sekolah harus memilki kemampuan professional yang menurut Sanusi ada empat kemampuan profesional kepala sekolah yaitu:

a. kemampuan untuk menjalankan tanggungjawab yang diserahkan kepadanya selaku unit kehadiran murid. Kemampuan untukmenerapkan keterampilan-keterampilan konseptual,manusiawi, dan teknis pada kedudukan jenis ini.

b. Kemampuan untuk memotivasi para bawahan untuk bekerja sama secara sukarela dalam mencapai maksud-maksud unit dan organisasi.

c. Kemamapuan untuk memahami implikasi-implikasi dari perubahan social, ekonomis,politik,dan educational; arti yang mereka sumbangkan kepada unit; untuk memulai dan memimpin perubahan-perubahan yang cocok di dalam unit didasarkan atas perubahan-perubahan social yang luas.(2002 :133)

Sedangkan menurut PERMEN DIKNAS No 13 tahun 2007 tentang Satandar kepala sekolah/Madrasah kepala sekolah harus memiliki kompetensi atau kemampuan yang meliputi demensi kompetensi kepribadian,manajerial, kewirausahaan supervisi dan sosial. Secara lebih rinci penjelasan kelima kompetensi tersebut dapat dilihat di bawah ini:

d. Uraian Kompetensi Kepala Sekolah

1) Mencipatakan inovasi yang berguna bagi pengembangan sekolah/madrasah.

2) Bekerja keras untuk mencapai keberhasilan sekolah/madrasah sebagai organisasai pembelajar yang efektif.

3) Memilki motivasi yang kuat untuk sukses dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pimpinan sekolah/madrasah.

4) Pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik dalam menghadapi kendala yang dihadapi sekolah/madrasah.

5) Memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan produksi/jasa sekolah/madrasah sebagai sumber belajar peserta didik.

3. Supervisi.

a. Merencanakan program supervise akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.

b. Melaksanakan supervise akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan teknik supervisi yang tepat.

c. Menindaklanjuti hasil supervise akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.

4. Sosial

a. Bekerja sama dengan pihak lain untuk kepentingan sekolah/madrasah.

b. Berpartisifasi dalam kegiatan social kemasyarakatan.

c. Memiliki kepekaan social terhadap orang atau kelompok lain.

Disamping kompetenssi yang tersebut diatas yang harus dimilki oleh kepala sekolah, mereka juga harus mampu mengakomodasi tiga jenis keterampilan baik secara perjenis maupun secara terintegrasi tercermin dalam mekanisme kerja adminsitrasi sekolah sebagai proses social. Tiga keterampilan tersebut menurut Katz (1995), yang dikutip oleh Sergiovani dkk(1987) meliputi:

· Keterampilan teknis (technical skill)

· Keterampilan melakukan hubungan-hubungan kemanusiaan (human skill).

· Keterampilan konseptual (conceptual skill).

Seorang Kepala Sekolah pada hakekatnya adalah pemimpin yang menggerakkan, mempengaruhi, memberi motivasi, serta mengarahkan orang di dalam organisasi atau lembaga pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Mulyasa (2004:182) secara tersirat menegaskan bahwa “tugas dan tanggung jawab Kepala Sekolah menyangkut keseluruhan kegiatan sekolah.” Seorang Kepala Sekolah harus mampu memobilisir sumber daya sekolah meliputi teknis dan administrasi pendidikan, lintas program dan lintas sektoral dengan mendayagunakan sumber-sumber yang ada di sekolah agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif dan efisien. Dengan demikian peran Kepala Sekolah sangat penting dalam peningkatan mutu pendidikan.

Aspek kunci lain berkaitan dengan peran Kepala Sekolah dalam melaksanakan upaya perbaikan kualitas pendidikan adalah dengan memberikan bimbingan kepada guru dalam memperbaiki mutu proses belajar mengajar. Ukuran keberhasilan Kepala Sekolah dalam menjalankan peran dan tugasnya adalah dengan mengukur kemampuan dia dalam menciptakan ”iklim pembelajaran”, dengan mempengaruhi, mengajak, dan mendorong guru, siswa, dan staf lainnya untuk menjalankan tugasnya masing-masing dengan sebaik-baiknya. Terciptanya iklim pembelajaran yang kondusif, tertib, lancar, dan efektif tidak terlepas dari kapasitasnya sebagai pimpinan sekolah. Dengan demikian, pembinaan yang intensif dari Kepala Sekolah dapat meningkatkan pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru di sekolah.

5. Fungsi dan Tugas Kepala Sekolah

Ada banyak pandangan yang mengkaji tentang peranan kepala sekolah dasar. Campbell, Corbally & Nyshand (1983) mengemukakan tiga klasifikasi peranan kepala sekolah dasar, yaitu: (1) peranan yang berkaitan dengan hubungan personal, mencakup kepala sekolah sebagai figurehead atau simbol organisasi, leader atau pemimpin, dan liaison atau penghubung, (2) peranan yang berkaitan dengan informasi, mencakup kepala sekolah sebagai pemonitor, disseminator, dan spokesman yang menyebarkan informasi ke semua lingkungan organisasi, dan (3) peranan yang berkaitan dengan pengambilan keputusan, yang mencakup kepala sekolah sebagai entrepreneur, disturbance handler, penyedia segala sumber, dan negosiator.

Di sisi lain, Stoop & Johnson (1967) mengemukakan empat belas peranan kepala sekolah dasar, yaitu: (1) kepala sekolah sebagai business manager, (2) kepala sekolah sebagai pengelola kantor, (3) kepala sekolah sebagai administrator, (4) kepala sekolah sebagai pemimpin profesional, (5) kepala sekolah sebagai organisator, (6) kepala sekolah sebagai motivator atau penggerak staf, (7) kepala sekolah sebagai supervisor, (8) kepala sekolah sebagai konsultan kurikulum, (9) kepala sekolah sebagai pendidik, (10) kepala sekolah sebagai psikolog, (11) kepala sekolah sebagai penguasa sekolah, (12) kepala sekolah sebagai eksekutif yang baik, (13) kepala sekolah sebagai petugas hubungan sekolah dengan masyarakat, dan (14) kepala sekolah sebagai pemimpin masyarakat.

Dari keempat belas peranan tersebut, dapat diklasifikasi menjadi dua, yaitu kepala sekolah sebagai administrator pendidikan dan sebagai supervisor pendidikan. Business manager, pengelola kantor, penguasa sekolah, organisator, pemimpin profesional, eksekutif yang baik, penggerak staf, petugas hubungan sekolah masyarakat, dan pemimpin masyarakat termasuk tugas kepala sekolah sebagai administrator sekolah. Konsultan kurikulum, pendidik, psikolog dan supervisor merupakan tugas kepala sekolah sebagai supervisor pendidikan di sekolah.

Sergiovanni (1991) membedakan tugas kepala sekolah menjadi dua, yaitu tugas dari sisi administrative process atau proses administrasi, dan tugas dari sisi task areas bidang garapan pendidikan. Tugas merencanakan, mengorganisir, meng-koordinir, melakukan komunikasi, mempengaruhi, dan mengadakan evaluasi merupakan komponen-komponen tugas proses. Program sekolah, siswa, personel, dana, fasilitas fisik, dan hubungan dengan masyarakat merupakan komponen bidang garapan kepala sekolah dasar.

Di sisi lain, sesuai dengan konsep dasar pengelolaan sekolah, Kimbrough & Burkett (1990) mengemukakan enam bidang tugas kepala sekolah dasar, yaitu mengelola pengajaran dan kurikulum, mengelola siswa, mengelola personalia, mengelola fasilitas dan lingkungan sekolah, mengelola hubungan sekolah dan masyarakat, serta organisasi dan struktur sekolah.

Berdasarkan landasan teori tersebut, dapat digarisbawahi bahwa tugas-tugas kepala sekolah dasar dapat diklasifikasi menjadi dua, yaitu tugas-tugas di bidang administrasi dan tugas-tugas di bidang supervisi.

Tugas di bidang administrasi adalah tugas-tugas kepala sekolah yang berkaitan dengan pengelolaan bidang garapan pendidikan di sekolah, yang meliputi pengelolaan pengajaran, kesiswaan, kepegawaian, keuangan, sarana-prasarana, dan hubungan sekolah masyarakat. Dari keenam bidang tersebut, bisa diklasifikasi menjadi dua, yaitu mengelola komponen organisasi sekolah yang berupa manusia, dan komponen organisasi sekolah yang berupa benda.

Tugas di bidang supervisi adalah tugas-tugas kepala sekolah yang berkaitan dengan pembinaan guru untuk perbaikan pengajaran. Supervisi merupakan suatu usaha memberikan bantuan kepada guru untuk memperbaiki atau meningkatkan proses dan situasi belajar mengajar. Sasaran akhir dari kegiatan supervisi adalah meningkatkan hasil belajar siswa.

Fungsi dan tugas kepala sekolah dapat diakronimkan menjadi emanslime (education,manager, administrator,supervisor, leader, inovator, motivator dan entrepreneur). Peran tersebut dapat dilihat secara lebih rinci sebagai berikut:

a. Peran sebagai educator, kepala sekolah berperan dalam pembentukan karakter yang didasari nilai-nilai pendidik.

1) Kemampuan mengajar/membimbing siswa

2) Kemampuan membimbing guru

3) Kemampuan mengembangkan guru

4) Kemampuan mengikuti perkembangan di bidang pendidikan

b. Peran sebagai manager,kepala sekolah berperan dalam mengelola sumber daya untuk mencapai tujuan institusi secara efektif dan efisien

1) Kemampuan menyusun program

2) Kemampuan menyusun organisasi sekolah

3) Kemampuan menggerakkan guru

4) Kemampuan mengoptimalkan sarana pendidikan

c. Peran sebagai administrator, kepala sekolah berperan dalam mengatur tata laksana sistem administrasi di sekolah sehingga efektif dan efisien

1) Kemampuan mengelola administrasi PBM/BK

2) Kemampuan mengelola administrasi kesiswaan

3) Kemampuan mengelola administrasi ketenagaan

4) Kemampuan mengelola administrasi keuangan

5) Kemampuan mengelola administrasi sarana prasarana

6) Kemampuan mengelola administrasi persuratan

d. Peran sebagai supervisor, kepala sekolah berperan dalam upaya membantu mengembangkan profesionalitas guru dan tenaga kependidikan lainnya.

1) Kemampuan menyusun program supervisi pendidikan

2) Kemampuan melaksanakan program supervisi

3) Kemampuan memanfaatkan hasil supervisi

e. Peran sebagai leader, kepala sekolah berperan dalam mempengaruhi orang-orang untuk bekerja sama dalam mencapai visi dan tujuan bersama.

1) Memiliki kepribadian yang kuat

2) Kemampuan memberikan layanan bersih, transparan, dan profesional

3) Memahami kondisi warga sekolah

f. Peran sebagai innovator, kepala sekolah adalah pribadi yang dinamis dan kreatif yang tidak terjebak dalam rutinitas

1) Kemampuan melaksanakan reformasi (perubahan untuk lebih baik)

2) Kemampuan melaksanakan kebijakan terkini di bidang pendidikan

g. Peran sebagai motivator, kepala sekolah harus mampu memberi dorongan sehingga seluruh komponen pendidikan dapat berkembang secara profesional

1) Kemampuan mengatur lingkungan kerja (fisik)

2) Kemampuan mengatur suasana kerja/belajar

3) Kemampuan memberi keputusan kepada warga sekolah

h. Peran sebagai entrepreneur, kepala sekolah berperan untuk melihat adanya peluang dan memanfaatkan peluang untuk kepentingan sekolah

1) Kemampuan menciptakan inovasi yang berguna bagi pengembangan sekolah

2) Kemampuan bekerja keras untuk mencapai hasil yang efektif

3) Kemampuan memotivasi yang kuat untuk mencapai sukses dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi

6. Hubungan Manajemen Kepala Sekolah dengan Manajemen Kurikulum

Tugas dan peran kepala sekolah yang harus dimiliki berkenaan dengan manajemen kurikulum yaitu berhubungan dengan kompetensi kepala sekolah dalam memahami sekolah sebagai sisten yang harus dipimpin dan dikelola dengan baik,diantaranya adalah pengetahuan tentang manajemen itu sendiri.

Tugas dan peran kepala sekolah yang berkenaan dengan manajemen kurikulum terdapat pada kompetensi manajerial, yaitu:

a. Menyusun perencanaan sekolah/madrasah untuk berbagai tingkatan perencanaan.

b. Mengembangkan organisasi sekolah/ madrasah sesuai dengan kebutuhan.

c. Memimpin sekolah/ madrasah dalam rangka mendayagunakan sumber daya sekolah/madrasah secara optimal.

d. Mengelola perubahan dan pengembangan sekolah / madrasah menuju organisasi pembelajar yang efektif.

e. Mencipatakan budaya dan ilkim sekolah/ madrasah yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran peserta didik.

f. Mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia secara optimal.

g. Mengelola sarana dan prasarana sekolah/madrasah dalam rangka penbdayagunaan secara optimal.

h. Mengelola hubungan sekolah/ madrasah dan masyarakat dalam rangka pendirian dukungan ide, sumber belajar dan pembinaan sekolah/ madrasah.

i. Mengelola peserta didik dalam ranagka penerimaan peserta didik baru, dan penempatan dan pengembangan kapasitas peserta didik.

j. Mengelola pengembangan kuirkulum dan kegiatan pembelajaran sesuai dengan arah dan tujuan pendidikan nasional.

k. Mengelola keuangan sekolah / madrasah sesuai dengan prinsif pengelolaan yang akuntabel, transfaran dan efesien.

l. Mengelola ketatausahaan sekolah/ madrasah dalam mendukung pencapaian tujuan sekolah/madrasah.

m. Mengelola unit layanan sekolah / madrasah dalam mendukung kegiatan pembelajaran dan kegiatan peserta didik di sekolah/madrasah.

n. Mengelola system informasi sekolah/madrasah dalam mendukung penyusunan program dan pengambilan keputusan.

o. Memamfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi peningkatan pembelajaran dan manajemen sekolah/madrasah.

p. Melakukan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan program kegiiatan sekolah/madrasah dengan prosedur yang tepat, serta merencanakan tindak lanjut.
Secara umum tugas dan peran kepala sekolah dalam manajemen kurikulum ini juga termasuk di dalamnya kemampuan dalam system administrasi/pengelolaan sekolah.

Jadi dalam hal ini kepala sekolah adalah pengelola lembaga pendidikan sesuai dengan jenjang pendidikannya masing-masing. Namun demikian penegasan terhadap eksistensi seorang kepala sekolah sebagai manajer dalam suatu lembaga pendidikan dapat dinilai dari kompetensi mengelola kelembagaan yang mencakup: menyusun system administrasi kepala sekolah; mengembangkan kebijakan operasional sekolah; mengembangkan pengaturan sekolah yang berkaitan kualifikasi, spesifikasi, prosedur kerja, pedoman kerja,petunjuk kerja dsb; melakukan analisis kelembagaan untuk menghasilkan struktur organisasi yang efisien dan efektif; mengambangkan unit-unit organisasi sekolah atas dasar fungsi.

Kepala sekolah juga harus paham betul bahwa dirinya bertugas sebagai manajer sekolah diantaranya harus memehami betul tentang manajemen kurikulum. Maka seorang kepala sekolah dalam memahami kurikulum sebagai jantungnya lembaga pendidikan harus benar-benar dikuasainya, dengan demikian kepala sekolah dalam upaya mewujudkan kinerjanya dalam bidang ini harus mampu untuk memfasilitasi sekolah untuk membentuk dan memberdayakan tim pengembang kurikulum terutama dengan pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, di mana setiap satuan pendidikan harus mampu mengembangkan kurikulum dengan kebutuhan dan kemampuannya masing-masing, memberdayakan tenaga pendidikan sekolah agar mampu menyediakan dokumen-dokumen kurikulum yang relevan dengan tuntutan dan kebutuhan siswa, orang tua siswa, dan masyarakat; memfasilitasi guru untuk mengembangkan standar kompetensi setiap mata pelajaran yang diampunya; memfasilitasi guru untuk menyusun silabus dan Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) setiap mata pelajaran ; memfasilitasi guru untuk memilih sumber dan bahan ajar yang sesuai untuk setiap mata pelajaran; memfasilitasi guru untuk memilih media dan alat pelajaran yang sesuai untuk setiap materi pelajaran, mengarahkan tenaga pendidik dan kependidikan untuk menyusun rencana dan program pelaksanaan kuirikulum; membimbing para guru untuk mengembangkan memperbaiki dan mengembangkan proses belajar mengajar seperti pemberian motivasi guru untuk melakukan penelitian tindakan kelas (classroom action research); mengarahkan tim pengembang kurikulum untuk mengupayakan kesesuaian kurikulum dengan kebutuhan siswa dan kemamauan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS), tuntutan dan kebutuhan masyarakat, dan kebutuhan stajeholders; menggali dan memobilisasi sumber daya pendidikan; mengidentifikasi kebutuhan bagi pengembangan kurikulum local; mengevaluasi pelaksanaan kurikulum di sekolahnya masing-masing, melakukan penelitian dan pengembangan terhadap usaha untuk meningkatkan kualitas dan manajemen sekolah bermutu.

Tugas dan peran kepala sekolah dalam mewujudkan subkompetensi manajemen kurikulum ini dapat direfleksi oleh dirinya dari isi program kurikulum yang didesain/dirancang dan dikembangkan mulai dari tingkat perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan evaaluasi kuirkulum itu sendiri misalnya dalam bentuk evaluasi hasil pembelajaran, dan evaluasi terhadap sekolah secara keseluruhan.

Tugas dan peran kepala sekolah lainhya yaitu pada sub mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia secara optimal, maka itu dapat dilihat dari indicator-indikatornya yang mecakup: mengidentifikasi karakteristik tenaga pendidik dsan kependidikan yang fektif; merencanakan tenaga kependidikan sekolah (permintaan, pesediaan, dan kesenjangan); merekrut, menyeleksi dan menempatkan serta mengorientasikan tenaga kependidikan baru; memamfaatkan dan memelihara tenaga kependidikan; menilai kinerja tenaga guru dan kependidikan; memngembangkan system pengupahan, reward dan punishment yang mampu menjamin kepastian dan keadilan; melaksanakan dan mengambangkan system pembinaan karir; memotivasi tenaga pendidik dan kependidikan; membina hubungan kerja yang harmonis; memelihara dikumen personel sekolah atau mengelola administrasi personel sekolah; megelola komflik; melakukan analisis jabatan dan menyusun uraian jabatan tenaga kependidikan; memiliki apresiasi, empati dan simpati terhadap tenaga pendidik dan kependidikan.

Berdasarkan hasil studi yang telah dilakukannya, Southern Regional Education Board(SREB) telah mengidentifikasi 13 faktor kritis terkait dengan keberhasilan kepala sekolah dalam mengembangkan prestasi belajar siswa. ketigabelas faktor tersebut adalah:

Menciptakan misi yang terfokus pada upaya peningkatan prestasi belajar siswa, melalui praktik kurikulum dan pembelajaran yang memungkinkan terciptanya peningkatan prestasi belajar siswa.

Ekspektasi yang tinggi bagi semua siswa dalam mempelajari bahan pelajaran pada level yang lebih tinggi.

Menghargai dan mendorong implementasi praktik pembelajaran yang baik, sehingga dapat memotivasi dan meningkatkan prestasi belajar siswa.

Memahami bagaimana memimpin organisasi sekolah, dimana seluruh guru dan staf dapat memahami dan peduli terhadap siswanya.

Memanfaatkan data untuk memprakarsai upaya peningkatan prestasi belajar siswa dan praktik pendidikan di sekolah maupun di kelas secara terus menerus.

Menjaga agar setiap orang dapat memfokuskan pada prestasi belajar siswa.

Menjadikan para orang tua sebagai mitra dan membangun kolaborasi untuk kepentingan pendidikan siswa.

Memahami proses perubahan dan memiliki kepemimpinan untuk dapat mengelola dan memfasilitasi perubahan tersebut secara efektif.

Memahami bagaimana orang dewasa belajar (baca: guru dan staf) serta mengetahui bagaimana upaya meningkatkan perubahan yang bermakna sehingga terbentuk kualitas pengembangan profesi secara berkelanjutan untuk kepentingan siswa.

Memanfaatkan dan mengelola waktu untuk mencapai tujuan dan sasaran peningkatan sekolah melalui cara-cara yang inovatif.

Memperoleh dan memanfaatkan berbagai sumber daya secara bijak.

Mencari dan memperoleh dukungan dari pemerintah, tokoh masyarakat dan orang tua untuk berbagai agenda peningkatan sekolah.

Belajar secara terus menerus dan bekerja sama dengan rekan sejawat untuk mengembangkan riset baru dan berbagai praktik pendidikan yang telah terbukti
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah telah ditetapkan bahwa ada 5 (lima) dimensi kompetensi yaitu: Kepribadian, Manajerial, Kewirausahaan, Supervisi dan Sosial.

Sejalan dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap akuntabilitas sekolah, maka meningkat pula tuntutan terhadap para kepala sekolah. Mereka diharapkan mampu melaksanakan fungsinya baik sebagai manajer dan leader. Untuk meningkatkan kemampuan kepala sekolah dan tenaga kependidikan yang lain, pemerintah Indonesia telah menunjukkan good will, dengan memperhatikan kesejahteraan melalui beberapa langkah antara lain: pemberian gaji, kewenangan, dan otonomi yang cukup untuk memperkuat peran manajerial mereka di sekolah. Dengan diterbitkannya instrumen kebijakan baru, maka para kepala sekolah akan segeran mendapat kompensasi meningkat, dukungan profesional, dan otonomi.

Keberhasilan kepala sekolah dalam melaksanakan tugasnya banyak ditentukan oleh kepemimpinan kepala sekolah. Kepemimpinan merupakan faktor yang paling penting dalam menunjang tercapainya tujuan organisasi sekolah. Keberhasilan kepala sekolah dalam mengelola kantor, mengelola sarana prasarana sekolah, membina guru, atau mengelola kegiatan sekolah lainnya banyak ditentukan oleh kepemimpinan kepala sekolah. Apabila kepala sekolah mampu menggerakkan, membimbing, dan mengarahkan anggota secara tepat, segala kegiatan yang ada dalam organisasi sekolah akan bisa terlaksana secara efektif. Sebaliknya, bila tidak bisa menggerakkan anggota secara efektif, tidak akan bisa mencapai tujuan secara optimal.

Sebagai pemimpin pendidikan di sekolah, kepala sekolah memiliki tanggungjawab legal untuk mengembangkan staf, kurikulum, dan pelaksanaan pendidikan di sekolahnya. Di sinilah, efektifitas kepemimpinan kepala sekolah tergantung kepada kemampuan mereka bekerjasama dengan guru dan staf, serta kemampuannya mengendalikan pengelolaan anggaran, pengembangan staf, scheduling, pengembangan kurikulum, paedagogi, dan assessmen. Membekali kepala sekolah memiliki seperangkat kemampuan ini dirasa sangat penting. Di samping itu untuk mewujudkan pengelolaan sekolah yang baik, perlu adanya kepala sekolah yang memiliki kemampuan sesuai tuntutan tugasnya.

Dalam organisasi pendidikan yang menjadi pemimpin pendidikan adalah kepala sekolah. Sebagai pemimpin pendidikan, kepala sekolah memiliki sejumlah tugas dan tanggung jawab yang cukup berat. Untuk bisa menjalankan fungsinya secara optimal, kepala sekolah perlu menerapkan gaya kepemimpinan yang tepat.

Peranan utama kepemimpinan kepala sekolah tersebut, nampak pada pernyataan-pernyataan yang dikemukakan para ahli kepemimpinan. Knezevich yang dikutip Indrafachrudi (1983) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah sumber energi utama ketercapaian tujuan suatu organisasi. Di sisi lain, Owens (1991) juga menegaskan bahwa kualitas kepemimpinan merupakan sarana utama untuk mencapai tujuan organisasi. Untuk itu, agar kepala sekolah bisa melaksanakan tugasnya secara efektif, mutlak harus bisa menerapkan kepemimpinan yang baik.
Kepala sekolah adalah orang yang sangat menentukan dalam berjalannya suatu kegiatan organisasi sekolah sesuai dengan rel yang diharapkan, peran dan tanggung jawabnya sangatlah berat, untuk itu diperlukan kerjasama dengan stekholder-stekholder yang terlibat dalam dunia pendidikan, agar mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan.

Dalam menjalankan tugasnya sebagai pimpinan sekolah, hendaknya kepala sekolah memiliki visi dan misi yang menjadi pedoman dan arah dalam berpijak.
Dalam menunjang kemajuan pendidikan dalam segi sarana dan prasarana pemerintah melimpahkan atau mengucurkan dana ke berbagai sekolah untuk dikelola oleh sekolah dan komite sekolah, akibat dari ini mulai ada kecendrungan kepala sekolah lebih memikirkan proyek daripada tugas pokoknya sebagai orang yang menjalankan keberhasilan pelaksanaan pendidikan. Untuk itu diharapkan agar kepala sekolah jangan hilang langkah dan arah, tetap eksis pada visi dan misi yang ingin dicapai bersama.

D. Guru atau tenaga pendidik.

Kualitas pendidikan di Indonesia sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara lain dengan data UNESCO pada tahun 2000 tentang peringkat Indeks Pembangunan Manusia
( Human Develelopment Indeks) yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan perkepala yang menunjukkan bahwa Indeks Pembangunan Manusia Indonesia ( Human Develelopment Indeks) makin menurun. Diantara 174 negara di dunia Indonesia menempati urutan ke 102 pada tahun 1996, ke 99 pada tahun 1997, 105 pada tahun 1998 dan 109 tahun 1999

Apa makna data-data tentang rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia itu? Maknanya jelas ada masalah dalam sistem pendidikan di Indonesia . Masalahnya antara lain :

1. Masalah Kurikulum

2. Masalah Metode pembelajaran

3. Masalah Fasilitas atau sarana dan prasarana

4. Masalah Guru atau tenaga pendidik.

5. Masalah evaluasi

Yang lebih menyedihkan lagi ada anggapan dari berbagai pihak bahwa rendahnyanya kualitas pendidikan adalah karena peran dan tanggungjawab guru yang kurang optimal. Berkenaan dengan angapan tersebut penulis memaparkan tentang harapan dan peranan guru itu sendiri. Agar guru dapat tersentak untuk kembali mengangkat citranya.

Pendidikan formal dirasakan urgensinya ketika keluarga tidak mampu lagi memberikan pendidikan yang wajar kepada anak-anaknya.Lembaga ini akhirnya diterima sebagai wahana proses kemanusiaan dan pemanusiaan kedua setelah keluarga. Dalam lembaga ini banyak komponen-komponen atau elemen-elemen yang terlibat mulai dari siswa, guru, kepala sekolah, pegawai sekolah,masyarakat, pemerintah .Komponen guru adalah komponen yang selalu diminta untuk membimbing,mendidik dan mengajar peserta didik (siswa). Yang tentu semua orang menutut harapan-harapan secara nyata dari sososk guru.

Ibarat serdadu, guru di medan pendidikan mengemban misi memerdekakan generasi bangsa dari belenggu kebodohan dan keterbelakangan. Mereka berada di garda depan dalam “menciptakan” generasi-generasi muda yang cerdas, terampil, tangguh, kreatif, penuh inisiatif, bermoral tinggi, berwawasan luas, memiliki basis spiritual yang kuat, dan beretos kerja yang handal, sehingga kelak mampu menghadapi kerasnya tantangan peradaban. Mengemban misi tersebut jelas bukan tugas yang ringan.

Sebagai tenaga kependidikan keberadaan guru menempati urutan pertama dari empat katagori dalam pembagia jenis-jenis tenaga kependidikan yaitu tenaga pendidik, terdiri atas pembimbing, penguji,pengajar, dan pelatih. (Sudarwan 2002:18).

Seperti apakah guru yang diharapkan oleh semua kalangan? Pertanyaan ini sangat sulit untuk dijawab, dan tentunya jawaban yang didapatpun berbagai macam, tergantung kepada dari mana audien memandangnya.

Sebagai orang yang banyak berkecimpung dalam dunia pendidikan yang kesehariannya berada di dalam kelas yang selalu berhadapan dengan sosok-sosok generasi penerus bangsa(siswa), tentu masing-masing siswa mempunyai harapan yang berbeda-beda. Disaat guru berhadapan dengan pimpinan sekolah (kepala sekolah) ada harapan-harapan yang tentunya diruntut oleh pimpinan tersebut dari seorang guru. Dan pada saat guru berada dalam masyarakat tuntutan-tuntutan yang diharapkan berbeda pula.

Berbagai macam harapan-harapan terhadap seorang guru dari berbagai pihak tentunya tidak mempunyai standar yang pasti.Tetapi yang pasti guru adalah juga manusia yang sama dengan orang yang meminta harapan-harapan tersebut (pandangan umum), dalam pandangan khusus (dunia pendidikan) guru harus memilki-harapan-harapan yang sudah diatur baik dalam KODE ETIK GURU maupun dalam permen-permen diknas.

Mengapa harapan-harapan guru dipandang sebagai sesuatu yang layak dikemukan dalam tulisan ini? Setidaknya ingin mengembalikan citra guru dari pandangan masyarakat bahwa yang salama ini kegagalan pendidikan penyebab factor salah satunya adalah guru dan agar guru tidak kehilangan arah dan tujuan yang menjadi tugas utamanya di suatu sekolah

Sementara itu, jika kita melihat fakta di lapangan, banyak kalangan mulai meragukan kapabilitas dan kredibiltas guru. Perannya sebagai pengajar dan pendidik mulai dipertanyakan. Misinya sebagai pencetak generasi –terampil dan bermoral—belum sepenuhnya terwujud. Para pelajar kita justru kian menjauh dari kondisi ideal seperti yang diharapkan. Yang lebih memperihatinkan, para pelajar itu dinilai mulai kehilangan kepekaan moral, terbius ke dalam atmosfer zaman yang serba gemerlap, tersihir oleh perikehidupan yang memburu selera dan kemanjaan nafsu, terjebak ke dalam sikap hidup instan. Tawur antarpelajar merajalela, pesta “pil setan” menyeruak, pergaulan bebas semakin mencuat ke permukaan. ( Lentera pendidikan ), Akibat ini masyarakat selalu mempertanyakan siswa sekolah di mana, siapa gurunya dan sangat jarang seklai terdengan itu anak siapa? Tetapi sebaliknya jika seorang siswa berpretasai dalam bidang akademik, olah raga dan sebagainya yang dipertanyakan oleh orang adalah putra-putri siapa itu? Sehingga hal ini benar seperti kata pepatah Sapi punya usaha tetapi kerbau punya nama.

Dr. Dedi Supriadi dalam bukunya “Menganangkat Citra dan Maartabat Guru” menuliskan pandangan dan harapan anak didik kepada gurunya yang dilakukan oleh UNESCO yaitu”What makes a good teacher?” Seperti apakah guru yang baik itu? Pertanyaan ini tidak ditujukan kepada ahli pendidikan atau kepada dewan juri pemelihina guru teladan, tetapi justru kepada seluruh siswa di dunia.

Dari hasil pertanyaa-pertanyaan tersebut didapatkan bebarapa jawaban diantaranya: 1. Zaira Alexsandra Rodriques Guijari dati Mexico siswa berumur 11 tahun “Guru terhadap siswanya ibarat hujan terhadap ladang”, 2. Rose dari Selandia Baru siswa SD berumur 9 tahun “Engkau mesti sayang, bersabar kepadaku, engkau mesti mendengar dan mengerti kami semua, selalu bersemangat, dan tidak mengabaikan kami, aku suka senyuman dan kata-katamu yang ramah”. Dan 3. Tassha Leigh siswa berumur 12 tahun dari Jamaika Karibia “Guru yang baik bukan hanya mengajar tetapi juga belajar dari siswanya”. Dan masih banyak lagi suara-suara hati yang dikememukakan oleh anak-anak diseluruh dunia tentang harapannya kepada gurunya. Cara yang dilakukan oleh UNESCO ini adalah meminta jawaban secara tertulis dan sepontan dari anak-anak didik yang rata-rata berusia 9-12 tahun.

Dari katagori berdasarkan usia respon mereka adalah masih tegolong dalam kategori anak-anak, yang tentu jawaban mereka belum tentu terinfeksi oleh berabagai virus alam pemikiran yang mendunia atau dengan kata lain jawaban yang masih polos dan lugu.

Sedangkan dari pandangan masyakakat Mendiknas Bambang S. dalam Harian Harapan menyatakan bahwa selama ini dalam anggapan masyarakat – khususnya masyarakat perkotaan, atau daerah yang wilayahnya telah mengalami kemajuan ekonomi – pekerjaan guru dianggap tidak menjanjikan masa depan. Bagi alumni perguruan tinggi, profesi guru hanyalah pekerjaan ”sambilan”, daripada sama sekali menganggur. Di daerah pedesaan yang tingkat kecerdasan rata-rata masyarakat masih ”rendah” guru dihormati, namun penghargaan tersebut terasa semu. Karena masyarakat akan jauh menghormati elite desa yang lebih kaya secara materi dan berkuasa dalam pemerintahan di desa.(2000)

Secara historis, keberadaan kaum pendidik di Indonesia memang telah ada sejak zaman “baheula” atawa zaman penjajahan Belanda. Belanda menyekolahkan kaum priyai, untuk menghindari penggunaan guru-guru asal Belanda dalam mendidik para siswa di tanah jajahannya. Bisa dibayangkan berapa besar dana yang dikeluarkan jika Kaum Londo harus “mengimpor” langsung dari Belanda. Anggaran untuk bayar gaji, penginapan, transportasi dll. akan menguras kas Belanda. Kondisi demikian lantas “diakali” dengan memilih pribadi dan warga terbaik untuk menjadi guru. Jika guru lokal (Pribumi), tidak perlu dana yang besar untuk mengalokasikan untuk mencetak SDM yang akan bekerja untuk kaum kolonialis, tak terkecuali mereka dibayar “murah” sebagai kompensasi gaji yang diterimanya. Kondisi seperti itu ternyata di adopsi saat Indonesia merdeka (1945) hingga pra Reformasi (1998). Guru dimarginalkan, dilecehkan, dianaktirikan, dieksploitasi dan dininabobokan dengan sebutan “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa”

Lalu bagaimanakah cara kita sebagai pendidik untuk menepik semua anggapan tersebut? Jawabananya yang pasti adalah kita harus bersifdat profesionalisme. Bukankah melalui Undang-undangNo 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen semuanya sudah jelas dan untuk memenuhi harapan sesuai dengan tuntutan undang-undang guru dan dosen tersebut diatur lagi Permen Diknas No.16 hatun 2007 yang memberikan rambu-rambu tentang kompetensi yang harus dimilki oleh guru, yang dalam permen tersebut disebut dengan kompetensi inti guru, antara lain:

a. Kompetensi pedagogic, yang meliputi:

1) menguasai karakteristik peserta didik dari asfek fisik,moral,spiritual,social,cultural,emosional dan intelektual

2) menguasai teori belajar dn prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik

3) mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang diampu

4) menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik

5) memanfaatkan teknologi informasi dn komunikasi untuk kepentingan pembelajaran

6) memfasilitasi pengembangan fotensi peserta didak objektif, serta tidak kardik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki

7) berkomunikasi secara efektif,empatik, dan santun den gan peserta didik menyelenggarakan peneilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar

8) memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran

9) melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran

b. Kompetensi kepribadian yang meliputi

1. bertindak sesuai dengan norma agama,hukum, sosial, dan kebudayaan nasional

2. menampilkan diri sebagaai pribdi yang jujur, berahklak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat

3. menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa

4. menunjukkan etos kerja, tangung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri

5. menjunjung tinggi kode etik profesi guru

c. Kompetensi social, yang meliputi:

  1. Bersikapi insklusif, bertindak objektif, serta tidak deskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga dan status social ekonomi
  2. berkomunikasi secara efektif, empatik daan santun dengan sesame pendidik, tenaga kjependidikan, orang tua dan asyarakat
  3. beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah republic Indonesia yang memilki keragaman social yang berbeda
  4. beradaptasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain

d. Kompetensi professional, yang meliputi:

1) Menguasai materi, struktur, konsep dan pola piker keilmuwan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.

2) Menguasai standar kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.

3) Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif.

4) Memamfaatkan teknologiinformasi dan komunikasi untuk mengembangkan diri.(2007:16-21).

Zaman terus berkembang, dan abad 21 ini menuntut profesi guru yang handal sejalan dengan kebutuhan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tuntutan ini sangat beralasan dalam menenpatkan guru sebagai suatu profesi dengan memberikan kedudukan social, proteksi jabatan, penghasilan, dan status hukum yang lebih dibandingkan dengan keadaan sebelumnya. Tetapi yang jadi persoalan adalah: apakah ini khususnya di Indonesia memang terjadi; sementera penghargaan masyarakat terhadap profesi guru tidak meningkat seiring dengan upaya peningkatan tuntutan terhadap profesi tersebut? (Hamied Hasan dalam Pembaharu Pendidikan Guru). Sebagai suatu profesi guru menghadapi berbagai permasalahan, antara lain:

  1. penghargaan masyarakat terhadap profesi guru belum sepenuhnya menunjukkan peningkatan berarti sehubungan dengan mutu guru, beban kerja guru dan penghargaan secara financial (system penggajian yang belum memadai).
  2. Sikap terhadap profesi guru itu sendiri, umumnya masih rendah. Ini ditunjukkan dengan adanya tugas-tugas atau pekerjaan lain (di luar tugas sebagai guru) untuk menambah dan memenuhi keutuhan hidupnya.
  3. Standar profesi guru belum sesuai dengan tuntutan akan mutu atau kualitas guru yang diharapkan. Banyak guru melakukan tugasnya bukan karena profesi atau didasarkan pada profesi yang diembannya, tetapi lebih didasrkan pada suatu pekerjaan (artinya guru sebagai suatu pekerjaan, dan bukan sebagai suatu profesi).
  4. Guru masih terlalu banyak dilibatkan pada hal-hal yang bersifat administrative. Hal-hal yang bersifat akademik berupa upaya peningkatan profesionalisme, belum sepenuhnya mendapat perhatian khusus,baik di kalangan guru sendiri maupun di kalangan para pengambil kebijakan.(Ajis 2008:32-33).

Bagaimana untuk menepis dan menghilangkan pradigma masalah di atas? Hal ini dikembalikan lagi kepada guru itu sendiri dengan sadar dan mengerti akan tugas dan peranannya.

Apakah fungsi dan peranan guru itu? Berbicara mengenai peranan guru kita akan mengacu kepada UU Nomor 14 tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Dalam udang-undang ini disebutkan tujuh fungsi atau peranan guru yaitu: mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi.

1. Guru sebagai pendidik

Mendidik berarti pemberian bimbingan pada anak agar potensi yang dimilikinya berkembang seoptimal mungkin dan dapat meneruskan serta mengembangkan nilai-nilai hidup. Sebab tugas guru disamping menyampaikan ilmu pengetahuan, juga mencakup pembentukan nilai-nilai pada diri murid yang tertuju pada pengembangan seluruh aspek kepribadian murid secara utuh agar tumbuh menjadi manusia dewasa. Untuk itu guru dituntut untuk mengetahui karktristik, kepribadian anak didik

2. guru sebagai pengajar

Mengajar berarti memberikan pengajaran dalam bentuk penyampaian pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan ketrampilan (psikomotor) pada diri murid agar dapat menguasai dan mengembangkan ilmu dan teknologi. Guru sebagai pengajar lebih menekankan pada pelaksanaan tugas merencanakan, melaksanakan proses belajar-mengajar dan menilai hasilnya. Untuk melaksanakan tugas ini, guru disamping harus menguasai materi atau bahan yang akan diajarkan, juga dituntut untuk memiliki seperangkat pengetahuan dan ketrampilan teknis mengajar Guru sebagai tenaga pengajar harus memilki kemampuan profsional. Guru harus bertanggungjawab atas hasil kegiatan belajar anak melalui interaksi belajar mengajar. Guru merupakan faktor yang mempengaruhi berhasil tidaknya proses belajar mengajar, dan karenanya guru harus menguasai prinsip-prinsip belajar disamping menguasai materi yang akan diajarkan. Dengan kata lain : guru harus mampu menciptakan situasi kondisi belajar yang sebaik-baiknya.

3. guru sebagai pembimbing

Istilah “pembimbing” berasal dari kata “bimbing” yang berarti “pimpin”, “asuh”, “tuntun”. Membimbing sama dengan menuntun, seperti seorang dewasa yang sedang menuntun anak kecil atau anak yang baru belajar berjalan. Orang dewasa itu dapat membawa anak itu ke mana saja dikehendakinya.

Bimbingan adalah proses pemberian bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimum terhadap sekolah, keluarga serta masyarakat.

Dalam keseluruhan proses pendidikan guru merupakan faktor utama. Dalam tugasnya sebagai pendidik, guru memegang berbagai jenis peran yang mau tidak mau harus dilaksanakan sebaik-baiknya. Setiap jabatan atau tugas tertentu akan menuntut pola tingkah laku tertentu pula. Sehubungan dengan peranannya sebagai pembimbing, seorang guru harus :

  • Mengumpulkan data tentang siswa
  • Mengamati tingkah laku siswa dalam situasi sehari-hari
  • Mengenal para siswa yang memerlukan bantuan khusus
  • Mengadakan pertemuan atau hubungan dengan orangtua siswa baik secara individu maupun secara kelompok untuk memperoleh saling pengertian tentang pendidikan anak
  • Bekerja sama dengan masyarakat dan lembaga lainnya untuk membantu memecahkan masalah siswa
  • Membuat catatan pribadi siswa serta menyiapkannya dengan baik
  • Menyelenggarakan bimbingan kelompok atau individu
  • Bekerja sama dengan petugas bimbingan lainnya untuk membantu memecahkan masalah siswa
  • Menyusun program bimbingan sekolah bersama-sama dengan petugas bimbingan lainnya
  • Meneliti kemajuan siswa baik di sekolah maupun di luar sekolah

4. guru sebagai pengarah

Guru adalah seorang pengarah bagi peserta didik, bahkan bagi orang tua. Sebagai pengarah guru harus mampu menbantu peserta didik dalam memecahkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi, mengarahkan peserta didik dalam mengambil suatu keputusan dan menemukan jati dirinya.Guru juga dituntut untuk mengarahkan peserta didik dalam mengembangkan potensi dirinya, sehingga peserta didik dapat membangun karakter yang baik bagi dirinya dalam menghadapi kehidupan nyata di masyarakat.

5. guru sebagai pelatih

Melatih lebih ditekankan pada tujuan mengembangkan ketrampilan tertentu agar para siswa mengalami peningkatan kemampuan kerja yang memadai.Proses pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan ketrampilan, baik intelektual maupun motorik, sehingga menuntut guru untuk bertindak sebagai pelatih, yang bertugas melatih peserta didik dalam pembentukan kompetensi dasar sesuai dengan potensi masing-masing peserta didik.Pelatihan yang dilakukan, disamping harus memperhatikan kompetensi dasar dan materi standar, juga harus mampu memperhatikan perbedaan individual peserta didik dan lingkungannya. Untuk itu guru harus banyak tahu, meskipun tidak mencakup semua hal dan tidak setiap hal secara sempurna, karena hal itu tidaklah mungkin.

6. guru sebagai penilai

Penilaian atau evalusi merupakan aspek pembelajaran yang paling kompleks, karena melibatkan banyak latar belakang dan hubungan, serta variabel lain yang mempunyai arti apabila berhubungan dengan konteks yang hampir tidak mungkin dapat dipisahkan dengan setiap segi penilaian. Tidak ada pembelajaran tanpa penilaian, karena penilaian merupakan proses menetapkan kualitas hasil belajar, atau proses untuk menentukan tingkat pencapaian tujuan pembelajaran peserta didik.Sebagai suatu proses, penilaian dilaksanakan dengan prinsip-prinsip dan dengan teknik yang sesuai, mungkin tes atau non tes. Teknik apapun yang dipilih, penilaian harus dilakukan dengan prosedur yang jelas, yang meliputi tiga tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan dan tindak lanjut.Mengingat kompleksnya proses penilaian, maka guru perlu memiliki pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang memadai. Guru harus memahami teknik evaluasi, baik tes maupun non tes yang meliputi jenis masing-masing teknik, karakteristik, prosedur pengembangan, serta cara menentukan baik atau tidaknya ditinjau dari berbagai segi, validitas, reliabilitas, daya beda dan tingkat kesukaran soal.

7. Guru sebagai pengevaluasi

Konsep luas:

  • Proses yang ditujukan untuk mengetahui (perencanaan, pelaksanaan, hasil) kebijakan, kegiatan, program
  • Pengukuran (measurement) & koleksi data (collecting data)
  • Kuantitatif dan kualitatif

Konsep sempit:

Membandingkan hasil pengukuran /pengumpulan data dengan kriteria /standar

Evaluasi adalah kegiatan identifikasi untuk melihat apakah suatu program yang telah direncanakan telah tercapai atau belum, berharga atau tidak, dan dapat pula untuk melihat tingkat efisiensi pelaksanaannya. sedangkan menilai berarti mengambil satu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk (kualitatif). Adapun pengertian evaluasi meliputi keduanya. Esensi dari evaluasi yakni memberikan informasi bagi kepentingan pengambilan keputusan . Kegiatan evaluasi harus dilaksankan oleh guru sebagai bagian dari kegiatan dalam proses belajar mengajar yang tujuannya untuk melihat sampai sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan berhasil dengan maksud untuk bahan pertimbangan sebagai umpan balik.

Menurut Nana syaodih peranan guru dalam proses belajar mengajar meliputi:

  1. penyampai pengetahuan
  2. pelatih kemampuan
  3. mitra belajar
  4. pengarah pembimbing (2007: 195)

Sementara itu Rusman membagi pernan guru berdasararkan kopetensi guru meliputi:

    1. guru melakukan diagnosa terhadap prilaku awal siswa
    2. Guru membuat perencanaan pelaksanaan pembelajaran (RPP)
    3. Guru melaksanakan proses pembelajaran
    4. Guru sebagai pelaksana administrasi sekolah
    5. Guru sebagai komunikator
    6. Guru mampu mengembangkan keterampilan diri
    7. Guru dapat mengembangkan potensi anak (2007:218-219)

Lois E. Raths (1964) mengemukakan sejumlah potensi yang harus dimiliki guru yang disebutnya “ the point are proposed, not as a rating scale, but a broad frmae work for teacher to discover more about themselves in relation to te function of teaching”:

  1. explaning, imporming, showing how,
  2. initiating, directing, administering,
  3. unifying the group,
  4. giving scurity,
  5. clarifying attitudes, beliefs, problems,
  6. diangnosting learning problems,
  7. making curriculum materials,
  8. evaluating, recording, reporting,
  9. enricing community activities,
  10. organizing and arranging classroom,
  11. participating in school activities,
  12. participating in professional and civic life (Nana Syaodih 2008:192)

Apapun peran guru disekolah ataupun diluar sekolah, guru harus memiliki 10 kopetensi dasar yang dipaparkan oleh Depdikbud (2005), yaitu:

  1. Penguasaan bahan pelajaran beserta konsep-konsep dasar keilmuannya.
  2. pengelolaan program belajar-mengajar
  3. pengelolaan kelas
  4. penggunaan media dan sumber pembelajaran
  5. penguasaan landasan-landasan kependidikan
  6. pengelolaan interaksi belajar-mengajar
  7. penilaian prestasi belajar siswa
  8. pengenalan fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan
  9. pengenalan dan penyelenggaraan administrasi sekolah
  10. pemahaman prinsip-prinsip dan pemamfaatan hasil penelitian pendidikan untuk kepentingan peningkatan mutu pembelajaran. (Nana Syaodih 2008:193)

Selain kompetensi yang harus dimiliki oleh guru untuk menjalankan perannya dengan baik, hendaknya guru juga harus menghindari tujuh kesalahan yang sering dilakukannya,sebagai berikut:

    1. Mengambil jalan pintas dalam pembelajaran.
    2. Menunggu peserta didik berprilaku negatif.
    3. Menggunakan destructive discipline.
    4. Mengabaikan perbedaan peserta didik
    5. Merasa paling pandai
    6. Tidak adil (diskriminatif)
    7. Memaksa hak peserta didik.(Mulyasa 2007:19-32).

1. Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen sumber daya manusia merupakan bagian dari ilmu manajemen, yang berarti merupakan suatu usaha untuk mengarahkan dan mengelola sumber daya manusia di dalam suatu organisasi agar mampu berfikir dan bertindak sebagaimana yang diharapkan organisasi. Organisasi yang maju tentu dihasilkan oleh personil/pegawai yang dapat mengelola organisasi tersebut ke arah kemajuan yang diinginkan organisasi, sebaliknya tidak sedikit organisasi yang hancur dan gagal karena ketidakmampuannya dalam mengelola sumber daya manusia.

Menurut Hasibuan (2001 :10) manajemen sumber daya manusia adalah “ Ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien, membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat “. Sedangkan menurut Simamora (2004 : 4) manajemen sumber daya manusia adalah ,” pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa, dan pengelolaan individu anggota organisasi atau kelompok karyawan, juga menyangkut desain dan implementasi sistem perencanaan, penyusunan karyawan, pengembangan karyawan, pengelolaan karir, evaluasi kinerja, kompensasi karyawan dan hubungan ketenagakerjaan yang baik.

Posisi manajemen sumber daya manusia di era globalisasi ini sangat strategis. Selaras dengan pendapat tersebut, Simamora (2004 : 20) memosisikan manajemen sumber daya manusia sebagai posisi yang strategik, sebagaimana dalam Gambar 4, sebagai berikut:

Variabel-variabel Yang dipertimbangkan dalam Implementasi strategi

Strategi Pasar

Kinerja

Desain Tugas

Seleksi, Pelatihan dan Pengembangan

Sistem Kompensasi

Tipe Informasi

Struktur Organisasi


Pada gambar 4 di atas, dapat dijelaskan bahwa terdapat saling keterkaitan antara variabel satu dengan lainnya strategi pasar dengan kinerja bersisian satu sama lain, sedangkan lima variabel di tengah saling terkait dengan saling keterhubungan pada variabel struktur organisasi, sedangkan pada variabel kompensasi dengan pelatihan dan pengembangan tidak ada hubungan.

Pernyataan perencanaan strategik Inspektorat Jenderal DKP dapat dijabarkan dengan menggunakan metode analisis SWOT (Strength, Weakness, Oportunities, and Threats) atau mengidentifikasi kemampuan organisasi dalam rangka mencapai visi, misi dan tujuan serta sasaran organisasi, seperti kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang dihadapi organisasi. Hasil identifikasi SWOT Inspektorat Jenderal DKP, nantinya dapat diuraikan kedalam beberapa kelompok analisis, sebagai berikut :

Kelompok analisis Strenght (kekuatan), yaitu : personil pengawasan berlatar belakang pendidikan formal cukup memadai, berdedikasi, dan bersertifikasi jabatan fungsional auditor; Tersedianya kesempatan untuk peningkatan dan pengembangan profesionalisme sumberdaya manusia pengawasan; Adanya dukungan dana yang memadai; adanya norma audit, kode etik dan standar audit; tersedianya pedoman kerja audit dan juklak/juknis pengawasan. Kemudian adanya dukungan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No 25 tentang Pengawasan Fungsional di Departemen Kelautan dan Perikanan.

Kelompok analisis Weakness (kelemahan), yaitu : personil yang kurang memahami teknis audit bidang kelautan dan perikanan; dana yang tersedia belum dimanfaatkan secara optimal; belum berfungsinya kendali mutu; Jumlah sarana/prasarana belum sebanding dengan beban kerja/tugas;

Kelompok analisis Oppotunities (peluang), yaitu ; Dukungan peraturan perundang undangan untuk pencegahan dan pemberantasan KKN; sistem manajemen yang lebih transparan; kuatnya dukungan lembaga legislatif terhadap instansi pengawasan pemerintah; meningkatnya partisipasi masyarakat atau LSM dalam pengawasan.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Seiring dengan perkembangan zaman dan tuntutan kehidupan dalam masyarakat, kurikulum senantias berkembang dan menyelaras diri dengan kemajuan zaman. Begitu besar pentingnya pendidikan, untuk itu agar agar pendidikan itu terarah dan lebih memikirkan pada arah kemajuan maka diperlukannya suatu kurikulum. Kuriulum merupakan program yang terencan dan menyeluruh yang menggambarkan kualitas pendidikan suatu bangsa, sehingga kurikulum memegang peran strategis dalam kemajuan bangsa tersebut. Oleh karena itu, perlu adanya pengolaan kurikulum yang berupa dinamis dan intergratif, dengan melaui langkah-langkah yang sistematis profesional, dan melibatkan seluruh aspek yang terkait dalam tercapainya tujuan pendidikan nasional.

Kurikulum pun bisa berjalan dengan baik perlu adanya pengelolaan agar pendidikan berjalan sesuai dengan tugas dan bidangnya masing-masing. Dalam pengelolaan kurikulum meliputi perencanaan, pelaksanaan atau implementasi dan penilaian atau evaluasi.Usaha yang harus dilakukan dalam menerapkan manajemen pendidikan adalah :

* Peningkatan profesionalisme dan kesejahteraan guru merupakan keharusan

* Perlu dukungan semua pihak

* Klub Guru dan organisasi sejenis harus di depan dalam mencari terobosan peningkatan kesejahteraan dan profesionalisme guru. Contoh: Teacher’s Union di negara-negara maju.

* Guru jangan selalu menggantungkan pada pemerintah.

B. Saran-saran

Pengembangan Kurikulum haruslah melibatkan berbagai pihak seperti:

1. Guru.

Untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar sangat dibutuhkan partisipasi guru terutama dalam pengembangan kurikulum. Partisipasi tersebut ditunjukkan oleh keterlibatan guru baik secara mental, fisik dalam berbagai aktivitas pendidikan khususnya dalam proses pengembangan kurikulum yang meliputi: (1) Penetapan tujuan sekolah; (2) Penetapan program pendidikan/ kurikulum sekolah; (3) Penetapan strategi pelaksanaan.

2. Kepala Sekolah.

Kualitas proses belajar mengajar merupakan kondisi yang mengarah pada keterlaksanaan kegiatan belajar mengajar yang pada akhirnya ditujukan pada ketercapaian tujuan pendidikan. Ketercapaian tujuan pendidikan pada suatu lembaga sekolah hanya dapat dilakukan apabila kepala sekolah memiliki kemampuan di dalam mengembangkan kurikulum sekolahnya. Kepala sekolah sebagai penanggungjawab proses pendidikan di sekolah, hendaknya memiliki kemampuan di dalam mengembang­kan kurikulum sekolah yang meliputi: (1) Kemampuan merumuskan visi dan misi sekolah; (2) Kemampuan merumuskan program kurikulum dan kegiatan pendidikan; (3) Kemampuan dalam mengembangkan sarana pendidikan; (4) Kemampuan mengevaluasi keberhasilan pendidikan yang telah dilakukannya.

3. Masyarakat.

Diharapkan masyarakat dapat berpartisipasi dengan baik dapat berupa dukungan materil maupun spirituil. Sebab masyarakatlah yang akan menilai berhasil-tidaknya program pendidikan di sekolah. Jadi jelaslah bahwa peran serta masyarakat amat diharapkan dalam pengembangan kurikulum, agar jangan terjadi hambatan yang berarti.

Semoga tulisan ini bermamfaat bagi kita yang berkecimpung dalam dunia pendidikan, dan orang-orang yang mendalami dunia pendidikan, agar kita angkat kembali citra guru di mata masyarakat. Berkaryalah terus sahabat-sahabatku ”Guru ”, berikan yang terbaik untuk anak bangsa.


DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 1990. Organisasi Administrasi. Jakarta: CV Rajawali.

Burhanudin, Yusak. 1998. Administrasi Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia.

Hamalik Oemar.2006. Manejemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja

Hamalik Oemar , 2007. dasar-dasar pengembangan kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya.Bandung

Depdiknas. (2007). Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007, Tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah. Jakarta: Depdiknas.

Danin, Sudarwan. (2002). Inovasi Pendidikan Dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung:Pustaka Setia.

Danin Sudarwan. 2002 . Inovasi Pendidikan Dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan, Banung: CV. Pustaka Setia

Mulyasa, E. (2005). Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Dalam konteks menyukseskan MBS dan KBK.Bandung. PT Remaja Rosdakarya.

Mulyasa, E. 2007. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Rusman.(2008). Manajemen Kurikulum. Bandung: Program Studi Pengembangan Kurikulum Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Sanusi, A.(dkk),(1991) Studi Pengembangan Model Pendidikan Profesional Tenaga Kependidikan. Laporan Penelitian. Bandung: IKIP Bandung.

Sergiovani, J.T.(et.al), (1987). Educational Governance and Administration. New York:Pretince-Hall Inc.

Sukmadinata, Nana, Syaodih. 2007. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.

Wahjosumidjo.(1995). Kepemimpinan Kepala Sekolah. Tinjuan Teoretik dan Permasalahannya. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Yamin Martinis. 2006. Profesionalisme Guru dan Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Cipayung Ciputat: Gaung Persada Press.


[1] Suharsimi Arikunto. Organisasi Dan Administrasi. Jakarta: CV Rajawali. 1990. hal 58.

[2] Yusak Burhanudin. Administrasi Pendidikan. Bandung: CV. Pustaka Sena. 1998. hlm 69

[3] Oemar Hamalik. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: remaja Rosda Karya. Hlm .173.

[4] Ibid. Oemar Hamalik. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2007. Hal.256



[1] Suharsimi Arikunto. Organisasi Dan Administrasi. Jakarta: CV Rajawali. 1990. hal 58.

[2] Yusak Burhanudin. Administrasi Pendidikan. Bandung: CV. Pustaka Sena. 1998. hlm 69

[3] Oemar Hamalik. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: remaja Rosda Karya. Hlm 173.

[4] Ibid. Oemar Hamalik. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2007. Hal.256

2 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Trim dimuatnya makalah ini, sangat membantu saya dalam perkuliahan, saya berdoa semoga tulisan ini sebagai amal anda dan diberikan pahala dari Allah swt. amin.

    BalasHapus