Kamis, 20 Mei 2010

Inovasi Pembelajaran

BAB I

PENDAHULUAN

Inti proses belajar adalah perubahan pada diri individu dalam aspek pengetahuan, sikap, keterampilan, dan kebiasaan sebagai produk dan interaksinya dengan lingkungan. Belajar adalah proses membangun pengetahuan melalui transformasi pengalaman. Dengan kata lain suatu proses belajar dapat dikatakan berhasil bila dalam diri individu terbentuk pengetahuan, sikap, keterampilan, atau kebiasaan baru yang secara kualitatif lebih baik dari sebelumnya. Proses belajar dapat terjadi karena adanya interaksi antara individu dengan lingkungan belajar secara mandiri atau sengaja dirancang. Proses tersebut pada dasarnya merupakan sistem dan prosedur penataan situasi dan lingkungan belajar agar memungkinkan terjadinya proses belajar.

Kurikulum merupakan elemen strategis dalam sebuah layanan program pendidikan. Ia adalah ’cetak biru’ (blue print) atau acuan bagi segenap pihak yang terkait dengan penyelenggaraan program. Dalam konteks ini dapatlah dikatakan bahwa kurikulum yang baik semestinya akan menghasilkan proses dan produk pendidikan yang baik. Sebaliknya, kurikulum yang buruk akan membuahkan proses dan hasil pendidikan yang juga jelek.

Persoalannya, hubungan antara kurikulum (sebagai rencana atau doku-men) dengan proses dan hasil pendidikan (kurikulum sebagai aksi dan produk) tidaklah bersifat linear. Terlalu banyak faktor yang mempengaruhinya. Pertama, sebagai suatu sistem, mutu sebuah kurikulum akan ditentukan oleh proses perancangan, pengembangan, pelaksanaan, dan evaluasinya. Kedua, secara programatik, kualitas sebuah kurikulum ditentukan oleh kesanggupannya dalam mempertanggungjawabkan pelbagai keputusan yang diambil, baik secara keilmuan, moral, sosial, dan praktikal. Ketiga, secara pragmatik, nilai sebuah kurikulum ditentukan oleh kemampuannya dalam memberikan layanan pendidikan yang dapat mendorong peserta didik untuk dapat mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan, baik oleh peserta didik sendiri maupun oleh masyarakat dan sistem sosial.

Atas dasar itu pula dapatlah ditegaskan di sini bahwa kurikulum yang baik dan bermakna adalah kurikulum yang dikembangkan dengan beranjak dari hakikat pendidikan termasuk pendidikan dasar (pengertian dan tujuan), hakikat pembelajar, hakikat belajar dan pembelajaran, hakikat muatan, serta kesanggupan lulusan pendidikan dalam menghadapi secara layak dinamika kehidupan yang akan datang. Namun demikian, mengingat tujuan dan ciri setiap kelompok usia sekolah pada masing-masing satuan pendidikan itu berbeda-beda, adalah sebuah kenisyaan jika pengembangan dan pelaksanaan kurikulum itu mengakomodasi setiap perbedaan atau keunikan yang ada.

Sekolah adalah kawah candradimuka yang akan membantu peserta didik dalam mengembangkan potensi dan membentuk dirinya secara optimal menjadi pribadi dan anggota komunitas yang memiliki kesanggupan dan kecakapan untuk hidup produktif dan bermakna tanpa tercerabut dari hakikat kemanusiaan dan kehambaannya terhadap Sang Maha Agung.

Beranjak pada pelbagai faktor penentu kualitas kurikulum dan pemikiran tersebut, melalui makalah ini, penulis berupaya untuk menggambarkan secara konseptual mengenai karakteristik dan tuntutan terhadap pendidikan sekolah pendidikan dasar (SD dan SMP), model kurikulum yang sesuai khususnya untuk mewadahi layanan pembelajaran , serta implementasi kurikulum dalam tataran praktis pendidikan di sekolah.

Istilah perkembangan berarti serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman. Seperti yang dikatakan oleh Van den Daele (HurlocL 1980: 2)[1] bahwa perkembangan berarti perubahan secan: tualitatif. Ini berarti bahwa perkembangan bukan sekedar penambahan ukuran pada mggi dan berat badan seseorang atau kemampuan seseorang, melainkan suatu proses ntegrasi dari banyak stuktur dan fungsi yang kompleks. Proses perkembangan pada din ndividu yang sedang mengalami proses pendidikan perlu dipahami oleh para pendidik^ ipakah peserta didik mengalami perkembangan atau sebaliknya.

Tanggung jawab terhadap perkembangan individu sebagai peserta didik lenjadi bagian dari kehidupan pendidik. Individu dengan ciri-cirinya yang khas itu rus mengalami perkembangan. Perkembangan individu itu meliputi aspek fisik.)kognitif, emosi, sosial, moral dan agama. Dalam proses pendidikan seluruh aspek perkembangan individu itu hendaknya dikembangkan seoptimal mungkin. Oleh sebab para pendidik hendaknya memahami perkembangan peserta didik sehingga para pendidik dapat berupaya secara optimal dalam mengembangkan seluruh aspek perkembangan peserta didik. Semakin banyak para pendidik mempelajari tentang perkembangan peserta didik, diperkirakan akan semakin baik para pendidik dalam membimbing dan berurusan dengan mereka.

Dalam memahami perkembangan individu, pendidik hendaknya mengetahui tugas-tugas perkembangan yang harus dikuasai oleh individu. Dengan mengetahui tingkat dan tugas-tugas perkembangan peserta didik, para pendidik dapat merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi program pendidikan yang sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik.

Pendidik berkewajiban untuk membahagiakan dan mensejahterakan peserta didik. Salah satu faktor yang dapat membahagiakan peserta didik yaitu apabila mereka mampu menuntaskan tugas-tugas perkembanganya. Oleh sebab itu para pendidik perlu mempelajari perkembagan peserta didik termasuk tugas-tugas perkembangannya. Dalam konteks pendidikan dasar, para pendidik sebaiknya memahami perkembangan peserta didik anak sekolah dasar dan anak sekolah menengah pertama. Mereka sedang berada pada masa anak-anak dan remaja. Makalah ini difokuskan pada perkembangan masa anak dan remaja.

Pokok-pokok pikiran dalam tulisan ini akan dikemas dalam tiga bagian pokok. Bagian pertama akan membahas karakteristik Pendas (karakter peserta didik tujuan pendidikan, , dan muatan pendidikan) serta tuntutan terhadap Pendidikan dasar, yang berhubungan dengan keluaran, kebutuhan, dan pengelolaan pendidikan. Bagian kedua memaparkan model kurikulum dan pembelajaran pada Pendidikan Dasar, yang di antaranya dikaitkan dengan bidang studi yang diajarkan di SD dan SMP. Bagian Ketiga, menguraikan sketsa tentang implementasi kurikulum pada level Pendidikan Dasar, khususnya yang berkaitan dengan bidang studi yang diajarkan di SD dan SMP.


BAB II

PERKEMBANGAN DAN KARAKTERISTIK PENDIDIKAN DASAR

(SD dan SMP)

Setiap jenjang pendidikan memiliki ciri, tujuan, kebutuhan, dan tantangan-nya masing-masing. Begitu pula dengan pendidikan pada jenjang Pendidikan Dasar (SD dan SMP). Keempat hal itu merupakan pijakan, acuan, dan sekaligus kejaran dalam mengembangkan kurikulum dan mengelola pengimplementasiannya. Untuk itulah, pada bab ini akan dipaparkan tentang karakteristik dan tuntutan Pendidikan Dasar (SD dan SMP).

A. TUGAS PERKEMBANGAN

Tugas perkembangan pada masa kanak-kanak akhir dan anak sekolah (6-12 Tahun) adalah sebagai berikut:

1) Belajar keterampilan fisik untuk pertandingan biasa sehari-hari;

2) membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sebagai organisme yang sedang tumbuh-kembang;

3) belajar bergaul dengan teman-teman sebayanya;

4) belajar peranan sosial yang sesuai sebagai pria atau wanita;

5) mengembangkan keterampilan dasar dalam membaca. menulis dan berhitung;

6) mengembangkan konsep-konsep yang perlu bagi kehidupan sehari-hari;

7) mengembangkan kata hati, moralitas, dan suatu skala nilai-nilai:

8) mencapai kebebasan pribadi;

9) mengembangkan sikap-sikap terhadap kelompok-kelompok dan institusi-institusi sosial.

Adapun tugas-tugas perkembangan pada masa remaja (12-21tahun) adalah sebagai berikut:

a) mencapai hubungan-hubungan yang baru dan lebih matang dengan teman-teman sebaya dari kedua jenis;

b) mencapai suatu peranan sosial sebagai pria atau wanita;

c) menerima dan menggunakan fisiknya secara efektif;

d) mencapai kebebasan emosional dart orang tua dan orang lainnya;

e) mencapai kebebasan keterjaminan ekonomis;

f) memilih dan mempersiapkan diri untuk suatu pekerjaaan/jabatan;

g) mempersiapkan diri bagi persiapan perkawinan dan berkeluarga;

h) mengembangkan konsep-konsep dan keterampilan intelektual yang diperlukan sebagai warganegara yang kompeten;

i) secara sosial menghendaki dan mencapai kemampuan bertindak secara bertanggung jawab;

j) mempelajari dan mengembangkan seperangkat sistem nilai-nilai dan etika sebagai pegangan untuk bertindak.[2]

Apabila tugas-tugas perkembangan itu dapat dikuasai oleh peserta didik, maka mereka cenderung bahagia. Sehubungan dengan kebahagiaan ini Elizabeth B. Hurlock (1980: 18) menjelaskan bahwa kebahagiaan timbu! dari pemenuhan kebutuhan atau harapan, dan merupakan penyebab atau sarana untuk menikmati. Sebagaimana diterangkan oleh Alston dan Dudley (Hurlock, 1980: 18) bahwa kepuasan hidup merupakan kemampuan seseorang untuk menikmati pengalaman-pengalamannya, yang disertai tingkat kegembiraan.

Selanjutnya Hurlock (1980: 18)[3] menjelaskan bahwa kebahagiaan adalah keadaan sejahtera dan kepuasan hati, yaitu kepuasan yang menyenangkan yang timbu! bila kebutuhan dan harapan tertentu individu terpenuhi.

B. KONSEP PERKEMBANGAN INDIVIDU

Individu yang dimaksud dalam makalah ini adalah peserta didik yang melakukan proses pembelajaran. Adapun perkembangan adalah perubahan yang dialami oleh individu menuju tingkat kematangannya yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan, baik mengenai fisik maupun psikisnya. Jadi perkembangan individu dalam makalah ini adalah perubahan yang dialami oleh peserta didik menuju tingkat kematangannya yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan, baik fisik maupun psikisnya.

Terdapat beberapa istilah yang berhubungan dengan konsep perkembangan tersebut, antara Iain pertumbuhan, kematangan, dan belajar. Pertumbuhan dapat diartikan sebagai perubahan alamiah secara kuantitatif pada segi jasmani atau fisik. Kematangan merupakan titik kulminasi dari suatu fase pertumbuhan sebagai titik tolak kesiapan dari suatu fungsi psikofisik untuk menjalankan fungsinya. Belajar adalah 3erubahan dalam pola sambutan atau perilaku tertentu sebagai hasil usaha individu perubahan dalam pola sambutan atau penlaku tertentu sebagai hasil usaha individu dalam batas waktu setelah tiba masa pekanya. Dengan demikian, dapat dibedakan bahwa perubahan perilaku sebagai hasil belajar itu berlangsung secara disengaja dan bertujuan (intensional) diusahakan oleh indvidu yang bersangkutan, sedangkan perubahan dalam arti pertumbuhan dan kematangan berlangsung secara alamiah menurut jalannya pertambahan waktu atau usia yang ditempuh oleh yang bersangkutan. Sehubungan dengan perkembangan ini, Candida Peterson (1996: 20) menjelaskan bahwa perubahan yang dapat dikategorikan sebagai perkembangan harus memenuhi empat kriteria berikut ini.

a. Permanen.

Perubahan yang terjadi dalam perkembangan bersifat permanen, bukan perubahan temporer atau yang disebabkan oleh kejadian insidental.

1) Contoh perubahan yang permanen:

Perkembangan kognitif anak usia 2 sampai 7.

a) Anak dapat mengklasifikasikan objek-objek atas dasar satu ciri tertentu yang memiliki ciri yang sama, mungkin pula memiliki perbedaan dalam hal yang lainnya.

b) Anak dapat melakukan koleksi benda-benda berdasarkan suatu ciri atau criteria tertentu.

c) Anak dapat menyusun benda-benda, tetapi belum dapat menarik kesimpulan dan dua benda yang tidak bersentuhan meskipun terdapat dalam susunan yang sama.

2) Contoh perubahan yang tidak permanen.

a) Anak tidak dapat berbicara, karena sakit tenggorokan.

b) Anak tidak dapat melihat dengan jelas, karena sakit mata.

c) Anak tidak mengantuk karena sudah minum kopi.

b. Kualitatif.

Perubahan yang terjadi dalam perkembangan bersifat fungsional dan total,tidak hanya bersifat peningkatan kemampuan yang sudah dimiliki sebelumnya.Contoh perubahan yang fungsional. Perkembangan bahasa anak sekolah usia 6-8 tahun. Dengan dikuasainya keterampilan membaca dan berkornunikasi dengan orang lain, maka anak tersebut dengan senang hati sekali membaca atau mendengar dongeng yang penuh fantasi.

c. Universal. Perubahan yang terjadi dalam perkembangan bersifat umum dan diaiami oleh individu lain pada tahapan usia yang hampir sama.

Dari uraian di atas, mengimplikasikan bahwa proses perkembangan itu beriangsung secara bertahap. Sehubungan dengan proses perkembangan ini, Abin Syamsuddin (2005: 83) menjelaskan bahwa perubahan yang terjadi dalam proses perkembangan bersifat maju meningkat dan/ atau mendalam dan/ atau meluas, baik secara kuantitatif maupun kualitatif (prinsip progresif). Beliau juga menjelaskan bahwa perubahan yang terjadi antarbagian dan/ atau fungsi organisme itu terdapat interdependensi sebagai kesatuan integral yang harmonis (prinsip sistematik). Selanjutnya beliau juga menjelaskan bahwa perubahan pada bagian atau fungsi organisme itu beriangsung secara beraturan dan berurutan dan tidak secara kebetulan dan meloncat-loncat (prinsip berkesinambungan).

Sehubungan dengan arti perubahan dan perkembangan ini Elizabeth B. Hurlock (1980: 2) menjelaskan perkembangan berarti serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagi akibat dari proses kematangan dan pengalaman. Berbagai perubahan dalam perkembangan bertujuan untuk memungkinkan orang menyesuaikan diri dengan iingkungan di mana ia hidup. Untuk mencapai tujuan, maka realisasi diri atau biasanya disebut aktualisasi diri adalah sangat penting.

C. KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK PADA PENDIDIKAN DASAR

Usia peserta didik anak SD dan SMP secara umum berada pada rentang 7/12 sampai 12/15 tahun,

1. KARAKTERISTIK FISIK

1) Perubahan porporsi

Pertumbuhan tinggi badan +5 cm pertahun, tinggi badan rata-rata 116 cm-150 cm.Penambahan berat badan + 2-4 kg pertahun denga berat ata-rata 21-40 kg.Berat badan bertambah karena memanjangnya tulang dan terbentuknya jarigan otot. Mampu berdiri tegak dengan gerakan lebih sempurna.

Proporsi tubuh terlihat lebih langsing dan panjang karena pertumbuhan kaki da lengan lebih cepat dan lebih pajang daripada pertambahan panjang badan. Pajang badan aka lebi memanang pada usia 9 tahun. Lingkar pinggang akan tampak mengecl arena pertambahan tinggi.

Fungsi tubuh lebih baik dan lebih spesifik. Jaringan otot yang sudah terbetuk menguat tapi masih bias rusak jika overuse. Lingkar kepala mengecil sebagai indicator kematangan.

2) Perubahan facial :

a) Gigi susu mulai tanggal,memilki 10-11 gigi permanen pada usia 8 tahun dan kira-kira 26 gigi permane saat usia 12 tahun.

b) Pertumbuhan otak tengkorak lebih melambat.

c) Ugly Ducking Stage: gigi tampak terlalu besar bagi wajah.

3) Kematangan system :

a) Gastrointestinal;

§ Jarang mengalami gangguan.

§ Dapat memepertahankan kadar gula denga baik.

§ Kapasitas lambung meningkat. Dan terjad retensi makanan lebih lama.

b) Eliminasi :

· Kapsitas vesica urinaria bertambah..

· Jumlah produksi urine tergantuntg pada suhu, kelemababan, dan intake cairan.

c) Kardiovaskuler:

· Tumbuh paling lambat daripada organ yang lain sehingga apabila jika olah raga terlallu berat akan mengganggu pertumbuhan.

d) Imunitas:

· Lebih baik dalam melokalisir infeksi dan memproduksi antigen dan antibody.

e) Muskloskeletal:

· Proses osifikasi terus terjadi tapi tidak diikuti dengan mineralisasi sehingga tulan menjadi rapuh (peka terhadap tekanan maupun tarikan ) untuk itu postur tubuh harus tetap dijaga : contoh tidak membawa beban terlalu berat, tdak memakai sepatu yang terlalu kecil, dan posisi duduk harus tegak.

2. PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR :

· Pada usia 7-10 tahun aktifitas motorik kasar berada diabwah kendali ketrampilan kognitif dan kesadaran secara bertahap terjadi peningkatan irama, kehalusan dan keanggunan gerakan otot, mengalami minat dalam penyempurnaan fisik.Kekuatan daya ingat meningkat.

· Pada usia 10-12 tahun terjadi peningkatan energy, peningaktan arah, dan kendali dalam kemampuan fisik.

3. PERKEMBANGAN MOTORIK HALUS

· Terjadi peningkatan ketrampilan motork halus karena meningkatnya melinisasi system saraf.

· Menunjukkan perbaikan keseimbangan dan koordisani mata dan tangan.

· Dapat menulis daripada mengucapak kata-kata saat usia 8 tahun.

· Menunjukan penigkatan kemampuan motorik halus sepeti usia dewasa saat usia 12 tahun.

· Menujukkan peningkatan kemampuan untuk mengungkapkan secara individu dan ketrampilan khusus seperti menjahit membuat model dan bermain alat musik.

4. PREPUBERTAS

· Tampak tanda-tanda perubahan seks sekunder

· Perbedaa anak laki-laki dan anak perempua mulai tampak.

· Mulai terjadi perubahan penyakit yang diderita seperti penyakit dewasa bukan anak-anak.

1) Perubahan seks sekunder laki-laki :

* Skortum dan testis lebih besar.

* Skortum bewarna merah.

* Payudara sedikit membesar tetapi aka mengecil kembali setelah beberapa bulan.

* Muncul rambut halus dan jarang di daerah sekitar pubis.

* Jika mengalami keterlambatan akan mengganggu konsep diri.

2) Perubahan seks sekunder perempuan;

v Mammae lebih lembut dan mulai membengkak.

v Panggul dan pinggul mulai membesar.

v Rambut mulai tumbuh di sekitar pubis (8-12 tahun).

v Sekresi vagina lebih kental dan terjadi perubahan dari sifat basa menjadi asam.

5. TEMPERAMEN :

1) Temperamen

Temperamen anak mulai berubah karena pengaruh lingkungan, pengalaman dan motivasi dari orang sekitarnya. Untuk itu sangat diperlukan peran orang tua dan guru untuk membentuk tmeperamen anak yang positif.

Kemampuan anak dalam beradaptasi dapat mempengaruhi temperamen anak.

2) Klasifikasi adaptasi anak :

Easy chid : stress inimal.

Sloe to warm up children : anak membutuhkan waktu untuk beradapatasi dengan lingkungannya, suka mencarai-cari alasan untuk menyelesaikan tugasnya. Tipe anak ini jangan terlalu ditekan Karena adapat menimbulkan masalah menarik diri.

Difficult child : Tipe anak ini tidak suka dengan perubahan lingkungan yang tiba-tiba.

6. PERKEMBANGAN KOGNITIF :

Anak memiliki kemampuan untuk menghubung-hubungkan kejadian dan tindaka repersentatif mental secara verbal dan symbol-simbol yang dibantu ole kepercayaan.

Pada tahap ini Piaget menggambarkan:

1) Concrete Operation mulai terjadi pada anak usia 7-11 tahun:

Ø Anak memiliki kemampuannya berpikir terada kejadian dan tindakan.

Ø Anak daapt menguasai ketrampilan kognitif denga cepat dan dapat menerapkannya pada saaat berpikir mengenai obyek situasi dan kejadian

2) Komponen dasar concetrate operasional :

§ Conservation: sesuatu tidak akan muncul dan hilang begitu saja dengan magic. Sesuatu di lingkungan kita tidak akan berubah karena perubaha letak.komponen ini meliputi 3 konsep antara lain :

§ Identity : sesuatu tidak ditambah atau dikurangi hanya bentuknya saja yang berubah. Contohnya ada 2 kue bolu, satu berbentuk kotak dan satu berbentuk bulat. Disiini anak sudah memahami kedua kue itu sama-sama bolu.

§ Reversibility: sesuatu dapat berubah kembali ke bentuk asalnya, kemampuan memahami 2 dimensi pada saat yang sama dan memahami perubhaan satu dimensi. Contohnya usia 5-6 tahun : konservasi angka. Usia 6-7 tahun konservsai massa dan panjang. Usia 9-10 tahun : konservasi berat. Usia 9-12 tahun konservasi volume.

§ Reciprocity.

3) Ketrampilan klasifikasi :

· Kemampuan mengelompokkan sesuatu sesuai dengan sifat.

· Dapat mengatur obyek sesuatu sesuai skala dimensi ukuran berat dan warna.

· Mulai dapat membagi.

4) Ketampilan kombinasi :

· Memiliki keampuan memanipulasi angka.

· Mempelajari penjumlahan pengurangan dan pembagian.

· Belajar tentang waktu, hubungan waktu tampat dan orang.

· Belajar huruf dan memiliki keampuan membaca.

5) Mental operation :

· Toddler dan preschool hanya dapat mengartikan dan melaksanakan perintah tetapi tidak bias menceritakan kembali proses ecara verbal. Sedangkan anak usia seklah sudah dapat mengartikulasi proses tersebut dan mengulang kembali.

· Setelah melewati masa preschool anak memilki kemampuan konseptual yang lebih luas.

· Pemikiran egosentri sudah menghilang dan mulai bisa mlihat dan menerima suatu hal dari sudut pandang orang lain. Mereka mau menunda sessuatu sampai sampai mengevaluasi respon lingkungan.

7. PERKEMBANGAN BAHASA :

· Anak usia sekolah mulai menguasi berbagai ketrampilan linguistic. Anak usia SD mulai belajar tentang tata bahasa yang benar dan lebih kompleks sehingga mereka bisa membenarkan jika ada-ada hal-hal yang salah. Kemmampuan kata-kata juga dimiliki pada anak usia sekolah termasuk kata sifat, kata keterangan, kata penghhubung, kata depan dan kata abstrak.

· Mempunyai kemampuan memakai kalimat majemuk dan gabungan.

· Metlinguistik awareness :memiliki kemmapuan untuk berpikir tentang bahasa.dan berpendapat.

· Mulai mengerti tentang perubahan makna dan bahasa/peribahasa.

8. PERKEMBANGAN PSIKOSEKSUAL (Tahap laten)

1) Karakteristik perkembangan berdasarkan usia[4] :

a) Pada usia 7 tahun :

b) Minat seks menrun da kurang eksplorasi, perhatian kepada lawan jenis meningkat dimulai dari perasaan cinta terhadapa anaklaki-laki atau sebaliknya.

c) Pada usia 8 tahun :

Perhatian skesual meningkat, suka mengintip, menceritakan lelucon cabul, ingnmenambah informasi seksual tentang kelahiran dan hubungan seksual da anak perempuan mengalami peningkata perhatian tentang menstruasi

d) Pada usia 9 tahun

Lebih suka berdiskusi degna teman sebaya tentang topic seksual, memisahkan jenis kelamin dalam permainan aktifitas.

e) Pada usia 10 tahun :

f) Minat terhaadp tubuh dan penampilan meningkat, banyak anak mulai berkencan dan berhubunga denga lawa jenis dalam aktifitas kelompok.

g) Pada usia 11-13 tahun :

h) Khawatir tentenag penampilannya, tekaann social agar tetap langsing dan menarik merupakan sumber stress.

2) Implikasinya bagi pendidikan

· Krisis perkembangan membuktikan makin banyaknya laporan tentang masalah seksual pra remaja yang dimulai usia 10 tahun.

· Mekanisme koping yang umum dimiliki anak : mengigit kuku, ketergantungan ketrampilan, pemecahan permasalahan bertambah, humor, fantasi, dan identifikasi.

· Adanya rasa bersalah dengan konsekuensi emosi berkaitan dengan seks play tergantung pada bagaimana pendangan orang tua tehadap perilaku tersebut (Lavine 1992)[5].

3) Peran orang tua sangat dibutuhkan dalam pendidikan anak tentang aturan dan orma dalam mempengaruhi perilkau spesifik kelamin pendidikan seksual :

· Pertanyaan anak harus segara dijawa denga jujur sesuai tingkat pemahaman anak.

· Saat yang tepat untuk pnedidk kesehatan dan sebaikknya diberikan sesai dengan pengalaman hidup.p masaih lebih nyaman bila antar laki-laki dan perempuan dipisah saat bermain.

· Informasi tentang kematangan jenis kelamin sebaiknya diberikan lebih konkrit karena sangat bermanfaat jika menstruasi tiba di dalam kelas.

· Keingintahuan anak tentang perbedaan laki-laki dan perempuan terjadi pada usia ini walaupun anak tetap

4) Peran perawat dalam pendidikan seksual :

5) Mengkaji pengetahuan orang tua tentang seksualitas.

6) Memberikan informasi kepada keluarga dan anak sebagai orang yang salah mengerti tentang seksualitas, termasuk kebiasaan dan konsep yang salah mengenai seks dan proses reproduksi.

7) Menginformasikan perilaku seks normal dan keingintahuan anak tentang seks sebagai bagian dari informasi perkembangan.

8) Mengirim informasi tentang perilaku seks yang abnormal dan cara mengatasinya.

9. PERKEMBANGAN SOSIAL

· Anak merasa nyaman bila bersama orang tua dan keluarga, meras lebih percaya diri, emosi berkurang dan lebih dapat melihat segala sesuatu secara realistik. Energinya banyak digunakan untuk mengeksplorais lingkungan dan keluarganya untuk meningkatkan hubungan interpersonal, untuk meningkatkan pemahamannya dan memuaskan keingintahuan tentang dunia.

· Pengaruh teman sebaya dapat mendorong mereka untuk lebih mandiri. Dorongan dari peer group memberikan rasa man pada mereka untuk mendukung perkembangan mandirinya.

· Perbedaan jenis kelamin, kemaskulinan dan kefemininan mulai berperan dalam hubungan sosial. Anak laki-laki bermain dngan anak laki-laki . Anak perembpuan bermain dengan anak perempuan. Pada akhir usia sekolah perbedaan itu semakin nyata.

· Hubungan sosial dan bekerja sama

10. PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL (INDUSTRI Vs INISIATIF )

Middle childhood merupakan periode laten dimana merupakan masa tenang antara fase oedipal dengan fase erotisme pada remaja.

Sense of insutry dapat berkemang bila didukung motivasi dari dalam dan luar.

1) Instrinsik :

Berhubungan dnegna peningkatan kemampuan anak dalam menguassai ketrampilan-ketrampilan baru dan dapat menerima tanggung jawab baru. Anak akan merasa puas bila mengeksplorasi dan memanipulasi lingkungan dan teman-temnnya.

2) Ekstrinsik :

reinforcement positif, nilai bagus, hadiah\-hadiah dan stimulus-stimulus.

3) Peran orang tua seharusnya :

Ø Tidak terlalu emnuntut terlalu banyak kepada anak .

Ø Memahami kegagalan anak.

Ø Jangan membanding-bandingkan anak satu dengna nak yang lain.

Ø Anak mulai dapat bekerja sama dengan orang lain.

Ø Anak mulai menyukai pencapaian yang nyata.

Ø Jika anak dapat mengetahui tugas-tuganya dan mampu menyelesaikan dengna baik sesuai kemampuan berarti anak tersebut sudah memiliki sense of industry dan accomplishment.

11. PERKEMBANGAN MORAL (TAHAP KONVENSIONAL)

v Anak mengalami perubahan dari egosentris ke pola berpikir logis.

v Mulai mengalami perkembangan nurani dan standar moral.

v Pengertian moralitas anak ditentukan oleh aturan-aturan dn tat tertib dari luar.

v Anak usia ini bernggapan bahwa standar perilaku dari peraturan.Peraturan dianggap sebagai suatu yang pasti, yang membatasi keadaan dan tidak memerlukan alasa penjelasan.

v Hubungan dan kontak sosial anak dengan figure otoritas mempengaruhi pengertian benar salah.

1) Koping sehubungan dengan tumbuh kembang normal.

v Pengalaman sekolah.

v Koping terhadap stress.

2) Sumber stres adalah :

a) Pada usia 6 tahun :

· Harapan orang tua dan guru yang terlalu tinggi.

· Hari pertama masuk sekolah.

· Persaingan .

· Rasa malu.

· Agresi.

· Menggoda cemburu dan ketakutan.

b) Pada usia 7 tahun :

· Tuntutan kepribadian, oraganisasi, idola, persahabatan.

c) Usia 8 tahun :

· Kritikan terhadap diri

· Kekuasaan orang tua.

· Kesepian.

d) Usia 9 tahun ;

· Pemberontakan

· Lawan jenis kelamin.

· Permainan jujur dan kesopanan.

e) Usia 10-12 tahun :

· Kematangan seks, masalah seks yang menekan.

· Ukuran Tinggi Badan dan Berat Badan

· Rasa malu.

· Konsep diri.

f) Tanda-tanda stres pada anak ;

· Nyeri lambung dan sakit kepala.

· Masalah tidur .

· Bed wetting.

· Perubahan prilaku makan.

· Agresif.

· Malas berpartisipasi.

g) Teknik mengurngi stress pada anak ;

· Teknik relaksasi (nafas dalam, progresive relaksasi, positif imagery)

· Identifikasi masalah.

· Eksplorasi alternatif kegiatan.

· menilai secara konsekuen.

BAB III

PEMBAHASAN

A. IMPLIKASI PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK PADA KURIKULUM PENDIDIKAN DASAR (SD dan SMP)

1. Pengertian tentang landasan psikologis Kurikulum Pendidikan Dasar

Pemahaman peserta didik yang berkaitan dengan aspek kejiwaan, merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan. Oleh karena itu, hasil kajian dan penemuan psikologis sangat diperlukan dalam penerapannya dalam bidang pendidikan.

Individu dilahirkan berbeda, baik bakat, kemampuan, minat, kekuatan serta tempo dan irama perkembangan yang berbeda satu dengan lainnya. Sangat sukar untuk diharapkan sama, terlebih-lebih apabila mempunyai pengalaman hidup yang berbeda. Sebagai implikasinya, pandidik tidak mungkin memperlakukan sama kepada setiap peserta didik, sekalipun mereka memiliki beberapa kesamaan. Perbedaan ini terjadi karena adanya perbedaan aspek kejiwaan peserta didik, bukan hanya yang terkait dengan kecerdasandan bakat, tetapi juga perbedaan pengalaman dan tingkat perkembangan, perbedaan aspirasi dan cita-cita, bahkan perbedaan kepribadian secara keseluruhan. Perlu ditekankan, bahwa kepribadian itu unik. Keunikan itu bukan hanya dikarenakan perbedaan potensial, tetapi juga perbedaan dalam perkembangannya karena pengaruh sekitar.

Manusia dilahirkan dengan sejumlah kebutuhan yang harus dipenuhi dan potensi yang harus dikembangkan. Dalam upaya memenuhi kebutuhannya itu, maka manusia berinteraksi dengan lingkungannya. Interaksi dengan lingkungannya itu akan menyebabkan manusia mengembangkan kemampuannya melalui proses belajar. Semakin kuat motif sebagai upaya pemenuhan kebutuhan itu, semakin kuat pula proses belajar yang terjadi, dan pada gilirannya semakin tinggi hasil yang dicapainnya. Berbagai pendapat tentang motivasi tersebut sangat didominasi oleh konsep-konsep nafsu dan atau kebutuhan. Sigmund Freud menekankan peranan nafsu (drive) terhadap perilaku manusia, baik nafsu hidup (libido) maupun nafsu mati (thanatos). Bahkan teori Freud tersebut tidak sekedar teori motivasi, tetapi telah diakui sebagai teori kepribadian (Sulo Lipu La Sulo, 1981: 10-18).

Selanjutnya, contoh lain, A. Maslow mengemukakan kategorisasi kebutuhan-kebutuhan menjadi enam kelompok, mulai dari yang paling sederhana dan mendasar meliputi:

1) Kebutuhan fisiologis;

2) Kebutuhan rasa aman;

3) Kebutuhan akan cinta dan pengakuan;

4) Kebutuhan harga diri;

5) Kebutuhan untuk aktualisasi diri; dan

6) Kebutuhan untuk mengetahui dan memahami.

2. Perkembangan peserta didik sebagai landasan psikolofgis

Implikasi dari karakteristik peserta didik tersebut terhadap pendidikan adalah sebagai berikut.

a. Siswa pada usia ini memerlukan orang yang dapat membantunya mengatasi kesukaran yang dihadapi.

b. Pribadi pendidik (sebagai pendukung nilai) berpengaruh langsung terhadap perkembangan pendirian hidup remaja. Karena itu, segala sikap dan perilaku pendidik harus dapat dipertanggungjawabkan dari segi pendidikan.

c. Pendidik hendaknya:

1) berdiri ’di samping’ mereka, tidak di depannya melalui dikte dan instruksi;

2) menunjukkan simpati bukan otoritas, sehingga dapat memperoleh kepercayaan dari remaja dan memberinya mereka bimbingan; serta

3) menanamkan semangat patriotik dan semangat luhur lainnya karena ini memang masanya.

Atas dasar ciri-ciri tersebut, maka kebutuhan siswa pada level Pendidikan Dasar (SD dan SMP) ialah sebagai berikut.

a. Pengetahun tentang diri sendiri.

b. Penanaman Konsep Pengetahuan dasar membaca mewnulis dan berhitung (Calistung)

c. Penanaman Konsep Pengetahuan dasar

d. Pengetahuan dan pemahaman tentang sikap dan hubungan seksual.

e. Ketersediaan pelbagai peluang yang memungkinkan individu untuk terlibat dalam belajar untuk tanggung jawab pengambilan keputusan dan memperoleh penerimaan dari lingkungan-nya. Peluang yang disediakan dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hubungan antar individu dengan orang dewasa lain, termasuk keluarga.

f. Perhatian yang berkelanjutan untuk memberikan peluang bagi individu berkembang sesuai dengan minat dan keterampilannya. Perhatian juga diberikan untuk mengembangkan bakat dan keterampilan khusus siswa.

g. Pelbagai peluang itu di samping menyertai peluang-peluang itu untuk memahami diri mereka sendiri, juga untuk memahami perasaan, perilaku, dan pengetahuan orang lain.

Berdasarkan paparan di atas, apakah itu berarti karakteristik siswa Pendidikan Dasar (SD dan SMP) akan tetap seperti itu sepanjang masa, tidak pernah berubah? Adakah ’pengasuhan’ pendidikan bagi mereka akan berarti stagnan kendati zaman terus berganti? Terhadap pertanyaan itu, pada tahun 1973 para tokoh pendidikan di Amerika Serikat mengadakan sebuah simposium dengan tema How Will We raise Our Children in the Year 2000? Simposium itu menyimpulkan bahwa cara pengasuhan anak setelah tahun 2000 harus berubah sebagai akibat dari perubahan Iptek dan industri yang sangat cepat, karena akan berpengaruh terhadap lingkungan dan norma-norma sosial di mana anak-anak akan tumbuh dan berkembang (Suyanto dan Hisyam, 2000).

B. MUATAN PENDIDIKAN DASAR

Tugas utama sekolah ialah membantu peserta didik untuk menemukan, mengembangkan, dan membangun kemampuan yang akan menjadikannya berkesanggupan secara efektif menunaikan tugas-tugas individu dan sosialnya pada saat ini dan saat mendatang. Untuk mencapai tugas tersebut, maka layanan pendidikan sekolah akan bersentuhan dengan pelbagai jenis pengetahuan yang tergambar dalam kurikulum.

Sekolah merupakan bentuk mikro dari sebuah suprasistem sosial makro. Di sekolah siswa berkomunikasi, bergaul, beraktualisasi, dan berhadapan dengan masalah. Pun ketika usai kegiatan belajar di sekolah, mereka berhadapan langsung dengan kenyataan sosial yang lebih luas, yang ada, mengada, dan mengemuka dengan segala kedinamisan dan kompleksitasnya. Sebagai mahluk hidup, mereka tumbuh-kembang dalam suatu lingkungan yang sarat nilai. Peserta didik tentu memerlukan bekal agar dapat hidup dan menghadapi kehidupan dengan layak pada masanya..

Oleh karena itu, betapa pun akademiknya muatan Pendidikan Dasar (SD dan SMP), ia tetap harus membekali siswanya secara cukup dengan kemampuan hidup dan menghadapi kehidupan (life skill). Life skill tersebut terdiri dari: (1) kesadaran diri (personal skill), (2) kecakapan berpikir (intellectual skill), serta (3) kecakapan generik, yang berkaitan dengan kesanggupan menghadapi persoalan-persoalan lingkungan dan sosial.

Menyitir apa yang disampaikan oleh Gagne, Briggs, dan Wager (1992), sub-stansi pendidikan pada Pendidikan Dasar (SD dan SMP) harus dapat melahirkan pengembangan lima kemampu-an (capabilities) peserta didik. Kelima kemampuan itu berkaitan dengan kemam-puan intelektual, strategi kognitif, penguasaan informasi verbal, keterampilan motorik, dan kemampuan sikap. Penulis memaknai sikap di sini dalam pers-pektif bukan hanya sebatas dengan hubungan intra- dan antarpersonal semata, tetapi juga sikap dan perilaku spiritual yang melandasi seluruh kemampuan tersebut.

Krisis dalam pendidikan memang tidak bisa dihindari. Bahkan ia akan selalu terjadi. Betapa pun kadarnya. Tidak hanya di negara-negara terbelakang/ berkembang, bahkan juga di negara-negara maju. Krisis pendidikan itu tak hanya berkenaan dengan sistem, tetapi juga kepercayaan masyarakat terhadap pendidikan itu sendiri. Pemicunya tidak semata bersumber dari persoalan domestik, tetapi juga masalah-masalah internasional lainnya, seperti perubahan lingkungan, perubahan perkembangan berpikir dan kebijakan, serta perubahan pemikiran dalam pendidikan (Coombs, 1985).

Pelbagai fenomena perkembangan zaman itu mau tidak mau akan berpengaruh terhadap/dan harus diakomodasi oleh dunia pendidikan, termasuk Pendidikan Dasar (SD dan SMP). Perubahan yang sedang dan akan terjadi harus menjadi pijakan bagi Pendidikan Dasar (SD dan SMP) untuk menata kembali arah dan sosok eksistensinya. Sebab, bila tidak, maka Pendidikan Dasar (SD dan SMP) hanya akan menghasilkan manusia-manusia berijasah, tetapi lemah tak berdaya dan tak berarti apa-apa. Jika itu terjadi, maka tepatlah apa yang dikatakan Ivan Illich bahwa sekolah telah menemui kematiannya. Dan pproduk didik hanyalah ‘mayat-mayat berjalan’ yang tak memiliki energi masa depan.

Dengan memperhatikan karakteristik Pendidikan Dasar (SD dan SMP) serta tantangan yang dihadapinya, maka dapatlah digambarkan tuntutan yang berkenaan dengan hasil belajar peserta didik, institusi Pendidikan Dasar (SD dan SMP), serta pengelolaan Pendidikan Dasar (SD dan SMP).

C. ORIENTASI DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR

1. Orientasi dalam penyelenggaraan pendidikan

Dengan memperhatikan tantangan, karakteristik, serta tuntutan terhadap tujuan dan peserta didik, maka implementasi pendidikan pada Pendidikan Dasar (SD dan SMP) hendaknya bertolak dari paradigma berikut.

1) Berorientasi pada kebutuhan hidup nyata

Pemikiran ini memiliki implikasi berikut terhadap penyelenggaraan pendi-dikan.

a) Inti dalam pendidikan adalah menemukan dan memahami makna ilmu dan kehidupan itu sendiri. Pengetahuan yang tak bemakna, tidak ada gunanya dan hanya menjadi sebuah kesia-siaan. Sebaliknya, pengetahuan yang bermakna merupakan sesuatu yang fungsional dan berguna dalam kehidupan. Pengetahuan yang bermakna bukan sekedar penguasaan fakta-fakta, melainkan juga berupa dasar-dasar keilmuan yang kukuh dan menyeluruh serta terkait dengan/dan dapat diterapkan dalam kehidupan nyata. Karena itu:

o pendidikan harus dapat membekali peserta didik dengan kemampuan untuk memahami dan mengembangkan pengetahuan dan problematika baru, sehingga apa yang diperoleh peserta didik tidak segera usang dan mubazir karena kelenturan dan daya antisipasi yang dimilikinya, atau yang disebut Buchori (2001) dengan pendidikan antisipatoris atau pendidikan yang berorientasi pada keakanan;

o apa yang dipelajari peserta didik di sekolah harus terkait dan dapat diterapkan dengan apa yang terjadi di luar sekolah, atau disebut dengan integration in and out of school (Gavelek, 2000), yang dikemas dalam bentuk pengalaman belajar problem solving; serta

o pengemasan substansi pendidikan tidak dikemas hanya dalam divisi-divisi atomistik bidang studi, tetapi juga dalam kesatuan keilmuan yang utuh, yang disebut dengan integarated study atau integration curriculum (Beane, 1997).

b) Kehidupan bukan melulu persoalan fisik-materiil, tetapi juga masalah psikis-spiritual dan sosial. Oleh karena itu, pendidikan harus dapat menyentuh multidimensi kemanusiaan peserta didik secara utuh dan seimbang.

2) Beorientasi pada belajar dan belajar seumur hidup

Kehidupan itu selalu berubah, terlebih lagi pada era global ini. Pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh peserta didik sebelumnya, bisa jadi akan segera usang dan imun ketika dihadapkan pada pelbagai perubahan yang terjadi. Keadaan itu menuntut manusia untuk dapat memperbaharui dirinya secara terus menerus melalui belajar, termasuk pendidikan dan pelatihan kembali (reeducation and retrained).

Oleh karena itu, dunia pendidikan perlu membekali peserta didik dengan kemampuan belajar yang tinggi agar mereka berkesanggupan untuk menjadi pebelajar seumur hidup. Kesanggupan individu itu pada akhirnya akan membentuk masyarakat pebelajar (learners community) atau komunitas pendidikan (educational community), yang akan menjadi bagian dari masyarakat madani (civil society) sebagai kekuatan penopang dalam menentukan martabat suatu bangsa dan negara.

Implikasi dari paradigma pendidikan tersebut adalah sebagai berikut.

a) Pendidikan harus dapat membekali peserta didik dengan:

o Kerangka dasar keilmuan, yang memungkinkan peserta didik dapat memahami pelbagai perkembangan ilmu pengetahuan yang terjadi.

o Kemauan dan kemampuan belajar (willing and learning to learn), yang berhubungan dengan kesanggupan mencari, menemukan, memilah, mengolah, dan memanfaatkan informasi bagi pengembangan diri anak dalam menghadapi berbagai perubahan yang terjadi.

b) Pembelajaran bukan sekedar penyediaan fakta, melainkan pengalaman belajar yang memungkinkan peserta didik terlibat secara aktif untuk memahami, menghayati, dan membangun pengetahuan yang dipela-jarinya. Pengalaman belajar merupakan refleksi atas tujuan yang akan diupayakan capaiannya oleh guru dan peserta didik.

c) Kemajuan dan keragaman media publikasi memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar kapan saja, di mana saja, dengan cara apa saja, dan dari siapa saja. Karenanya, dalam hal-hal tertentu, bisa jadi peserta didik memiliki informasi yang lebih baik daripada gurunya. Keadaan ini memerlukan perubahan pendulum dalam pendidikan dari pengajaran menjadi belajar dan pembelajaran. Pembelajaran berarti melakukan pelbagai upaya agar siswa dapat belajar. Belajar artinya segenap kegiatan dan pengalaman yang secara aktif dikerjakan dan dihayati siswa dalam mengubah perilakunya. Dalam konteks ini, maka peran guru bukan lagi sebagai satu-satunya sumber informasi dan transmitter atau penerus informasi itu. Guru lebih berperan sebagai partner, motivator, dan fasili-tator yang membantu dan memicu siswa untuk dapat belajar dan menjadi pebelajar yang baik.

3) Berorientasi pada makna

Dalam Learning: The Treasure Within, Unesco (1996) menyatakan bahwa hakikat pendidikan adalah belajar. Dengan demikian, layanan pendidikan harus dilakukan untuk mencapai adanya lima pilar belajar berikut.

· Belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

· Belajar untuk memahami dan menghayati, yang terjadi tidak hanya di sekolah tetapi sepanjang hidup (learning to know).

· Belajar untuk dapat menerapkan secara efektif apa yang telah dipahami, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam dunia kerja (learning to do).

· Belajar untuk menemukan dan membangun jati diri menjadi manusia yang produktif, utuh, dan bermakna (learning to be).

· Belajar untuk sanggup hidup bersama secara damai dengan prinsip-prinsip saling membantu, saling menghormati hak-hak orang lain, dan saling menjaga, baik dalam kapasitasnya sebagai penduduk suatu negara maupun sebagai warga dunia (learning to live together).

Pendidikan yang menerapkan kelima pilar tersebut memungkinkan peserta didik untuk meraih kehidupan yang bermakna. Untuk mewujudkan orientasi tersebut, penyediaan layanan pendidikan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut.

· Tugas tersebut tidak mungkin sepenuhnya dibebankan kepada sekolah. Di samping memperoleh pengalaman pendidikan formal, siswa harus mendapat peluang untuk dapat memperoleh pendidikan informal dan nonformal. Dipandang dari prinsip ini, kurikulum yang menyita seluruh waktu dan energi anak sehingga anak tidak sempat lagi memikirkan siapa sebenarnya dia dan apa yang sebaiknya akan ia lakukan dalam hidupnya, adalah suatu kurikulum yang mendangkalkan tujuan pendidikan itu sendiri.

· Substansi pendidikan tidak boleh berhenti sebatas apa dan bagaimana, tetapi juga harus dapat menyentuh aspek mengapa.

4) Beorientasi pada keutuhan dan keunikan peserta didik

Kehidupan memiliki dimensi dan tantangan yang kompleks. Keberhasilan hidup tak cuma ditentukan oleh ketinggian intelegensia. Dari penelitian yang dilakukan oleh Utami Munandar dan tim dari Fakultas Psikologi UI pada tahun 80-an menunjukkan betapa banyak anak yang jenius gagal dalam belajar dan bidang kehidupan lainnya. Umumnya orang-orang besar dan manajer yang berhasil bukan karena kejenialan yang mereka memiliki, melainkan karena kecerdasan dalam mengendalikan emosi dirinya. Oleh karena itu, pendidikan harus memberikan perhatian yang seimbang terha-dap aspek kognitif, sosio-emosional, spiritual, dan psikomotor.

5) Beorientasi pada proses dan hasil

Dalam perpektif konstruktivisme, kegiatan belajar merupakan sebuah proses aktif dan interaktif yang mendorong siswa untuk menemukan, mengolah, dan membangun pengetahuannya sendiri dengan bantuan dari lingkungan, yang disebut scaffolder. Tyler (1949) pun menyatakan bahwa pengalaman belajar merupakan sebuah proses penting yang harus dilalui peserta didik untuk dapat memperoleh hasil belajar yang bermakna. Tanpa proses yang berkualitas, sulit akan dapat dihasilkan produk belajar yang bermutu, sebagaimana pula dianut oleh prinsip TQM dalam pendidikan.

Dalam perspektif ini, proses dan hasil belajar sama pentingnya. Pembelajaran yang melulu hanya berfokus pada hasil akan membuahkan internalisasi kegiatan belajar yang dangkal dan sikap instan atau tidak sabar dalam meraih sesuatu, serta pelbagai dampak negatif lainnya. Begitu pula halnya, belajar yang hanya berfokus pada proses akan menjadikan peserta didik kurang terfokus serta tak terbiasa efisien dalam mencapai sebuah tujuan.


BAB V

PENUTUP

A. SIMPULAN

Sebagai pendidik kita harus mnegetahui Inti proses belajar adalah perubahan pada diri individu dalam aspek pengetahuan, sikap, keterampilan, dan kebiasaan sebagai produk dan interaksinya dengan lingkungan. Kegiatan belajar mengajar di kelas harus memungkinkan terjadinya proses belajar yang mengembangkan pengalaman anak.Belajar adalah proses membangun pengetahuan melalui transformasi pengalaman. Dengan kata lain suatu proses belajar dapat dikatakan berhasil bila dalam diri individu terbentuk pengetahuan, sikap, keterampilan, atau kebiasaan baru yang secara kualitatif lebih baik dari sebelumnya. Proses belajar dapat terjadi karena adanya interaksi antara individu dengan lingkungan belajar secara mandiri atau sengaja dirancang. Proses tersebut pada dasarnya merupakan sistem dan prosedur penataan situasi dan lingkungan belajar agar memungkinkan terjadinya proses belajar.

Perkembangan peserta didik merupakan proses menuju tercapainya kedewasaan atau tingkat yang lebih sempurna pada suatu individu dan bersifat kualitatif. Perkembangan merupakan proses yang berjalan sejajar dengan pertumbuhan dan sulit untuk dipisahkan. Faktor-faktor uang mempengaruhinya yaitu faktor internal dan faktor eksternal (lingkungan).

Faktor lingkungan bisa saja berarti didapatkan dari dalam rumah dan sekolah melalui interaksi sosial. Hubungannya dengan pendidikan, sekolah merupakan pusat pengembangan peserta didik, guru dan lainnya, artinya sekolah berfungsi sebagai tempat pemberdayaan masyarakat dan sekolah juga harus dapat melakukan pengembangan dan perubahan transformasional kurikulum diharapkan dapat meningkatkan minat dan motivasi belajar dan mengajar.

Mengembangkan kurikulum yang konsisten secara konseptual dari hulu ke hilir, memang tidak mudah. Lebih tidak mudah lagi mengimplementasikannya. Apalagi jika penerapan kurikulum baru itu tidak disertai dengan penyiapan lapangan yang baik. Perubahan kurikulum bukan sekedar pergantian dokumen. Melainkan berimplikasi luas terhadap perubahan paradigma, kebiasaan, dan kemampuan lama menuju yang baru.

C. SARAN – SARAN

1. Sebagai pendidik Guru hendaknya memperhatikan dan menerapkan Landasan-landasan dan Asas-asas Pokok dalam implementasi kurikulum di sekolah

2. Landasan-landasan pendidikan tersebut akan memberikan pijakan dan arah terhadap pembentukan manusia Indonesia, dan serentak dengan itu mendukung perkembangan masarakat, bangsa dan negara. Sedangkan asas-asas pokok pendidikan akan memberi corak khusus dalam penyelenggaraan pendidikan itu dan pada gilirannya akan memberi pula corak pada hasil-hasil pendidikan itu yakni manusia dan masyarakat Indonesia seutuhnya yang bermartabat dan bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa.

3. Konsep dasar Pertumbuhan dan perkembangan siswa adalah landasan dan pokok-pokok penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah dalam rangka membantu kedewasaan anak yang mandiri dan dapat mengembangkan minat, bakat kreatifitas serta kompetensi dasar yang perlu dikembangkan, sebagai penanaman konsep dasar pengetahuan untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta persiapan hidup di masyarakat kelak.

DAFTAR PUSTAKA

Aldridge, J. Dan Goldman, R. (2002). Current Issuues and Trends in Education. Boston: Allyn & Bacon.

Amstrong, D.G. dan Savage, T.R. (1983). Secondary Education: An Introduction. New York: Macmillan Publ. Co., Inc.

Brown, J.D. (1993). The Element of language curriculum: A Systematic Approach to Program Development. Massachusetts: Heinle & Heinle.

Buchori, M. (2001). Pendidikan Antisipatoris. Yogyakarta: Kanisius.

Hamalik, Oe. (2000). “Model-model Pengembangan Kurikulum“. Bandung: PPS-UPI (Diktat).

Hurloch, Elizabeth. (1980). Developmental Psychology. New York: McGraw-Hill, Inc.

Oliva, P.F. (1988). Developing the Curriculum. Edisi II. Boston: Scott, Foresman and Company.

Peterson, Candida. (1996). Looking Forward Throught The Lifespan: Developmental Psychology. Sydney, Australia: Prentice Hall.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22, 23 dan 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. [Online]. Tersedia: http://www.puskur. net/index.php?menu= profile&pr0=148&iduser=5.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 dan 23 Tahun 2006. [Online]. Tersedia: http://www. puskur.net/ index.php?menu= profile&pr0=148&iduser=5.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Sinar Grafika.

Sunarto. (2002). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta.

Syamsuddin Makmun, Abin. (2005). Psikologi Kependidikan. Bandung: Rosda Karya.

Sukmadinata, N. Sy. (2004). Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung: PT Rosdakarya.

Suryabrata, S. (2002). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Sinar Grafika.

UNESCO. (1996). Learning: the Treasure Within: Report to UNESCO of the International Commission on Education for the Twenty-first Century. Paris: UNESCO Publishing.

Yusuf, Syamsu. (2000). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Rosda Karya.

Yusuf, Syamsu dan Nurihsan, Juntika. (2005). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Rosda Karya




[1] Hurloch, Elizabeth. (1980). Developmental Psychology. New York: McGraw-Hill, Inc.

[2] Yusuf, Syamsu. (2000). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Rosda Karya.

[3] Hurloch, Elizabeth. (1980). Developmental Psychology. New York: McGraw-Hill, Inc.

[4] Yusuf, Syamsu dan Nurihsan, Juntika. (2005). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Rosda Karya

[5] Peterson, Candida. (1996). Looking Forward Throught The Lifespan: Developmental Psychology. Sydney, Australia: Prentice Hall.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar